Giri Menang (ekbisntb.com) – Galian C di Lombok Barat marak. Namun yang tercatat resmi dan memberikan kontribusi ke daerah berupa PAD baru tercatat 30 titik. Sementara dampak dari galian C menimbulkan kerusakan lingkungan, berupa lahan kritis, jalan rusak dan pencemaran udara. Karena itu, pihak Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait meminta agar galian C ilegal ditutup.
Untuk memaksimalkan kontribusi galian C atau Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) ini, pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) akan berlakukan sistem karcis resmi. Dari data yang diperoleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Setempat yang dihimpun dari petugas di masing-masing UPT, baru ditemukan ada 23 lokasi galian C yang berizin resmi. Sedangkan 7 titik galian C sedang dalam pendataan. Dari 7 titik galian ini, tengah dilakukan pengecekan apakah masih beraktivitas atau tidak.
“Ada 23 titik galian C atau MBLB, dan tujuh titik masih kami data,” jelas Kepala Bapenda Lobar H. Muhammad Adnan, kemarin. Pihaknya sudah melakukan rapat dengan semua unsur Kabid dan UPT untuk meminta data galian C baik yang sudah berizin dan berapa belum ada izinnya. Diakui dibanding dengan apa yang diperoleh atau PAD MBLB, tak sebanding dengan dampak kerusakan yang dipicu aktivitas galian C tersebut. “Memang Ndak sebanding dengan yang diperoleh daerah,” ujarnya.
Pihaknya pun akan memberlakukan karcis bagi galian C yang berizin tersebut. Begitu keluar dari lokasi galian C, baik tanah uruk maupun bebatuan sopir diberikan karcis resmi yang sudah ditempel. Karcis itu diberikan ke pengembang. Karcis itu menjadi dasarnya menagih ke pengelola galian C. Dan melalui penerapan karcis ini, Bapenda jemput bola ke masing-masing pengelola tambang. Pihaknya tidak sekedar menunggu dari pengelola yang setor ke daerah.
Namun sebelum menerapkan sistem karcis itu, pihaknya akan mendata secara lengkap dulu titik galian C ini, berapa yang sudah berizin maupun belum berizin. Kalau mengacu hasil zoom meeting dengan Kemendagri, galian C baik yang berizin maupun tidak berizin selama di daerah tambang tetap dipungut. Karena itu, tergantung nanti dilihat RTRW nya, apakah masuk daerah tambah atau tidak. “Kalau daerah tambang tetap dipungut, sambil diarahkan mengurus izin. Tapi kalau bukan daerah tambang ditutup, diminta ditutup,” tegasnya.
RTRW sendiri belum final, karena ada perubahan atau revisi, namun bisa dikoordinasikan lebih lanjut terkait daerah tambang ini. Menurutnya kalau melakukan aktivitas galian C di daerah bukan zona tambang, seharusnya ditutup saja. Sebab itu sesuai instruksi Kemendagri dari hasil zoom meeting. Diakui kendala dihadapi terkait galian C ini, izin dikeluarkan oleh provinsi, sementara yang memungut tarif MBLB di kabupaten. Sehingga pihaknya tetap berkoordinasi dengan Pemprov. Pihaknya mengusulkan agar ada dibentuk semacam UPT di masing-masing daerah untuk memaksimalkan pengawasan dan pengendalian. (her)