PEMPROV NTB melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) memastikan ketersediaan daging segar di dalam daerah tidak terganggu. Kendati pemerintah daerah memberikan kuota pengiriman sapi potong ke luar daerah hingga puluhan ribu ekor setiap tahun.
Kepala Disnakeswan Provinsi NTB, Muhammad Riadi mengatakan, pemberian kuota sapi ke luar daerah tidak serta merta dilakukan, kecuali setelah dilakukan perhitungan ketersediaan dan kebutuhan di dalam daerah. “Walupun kita tetap memberikan rekomendasi pengiriman kepada pengusaha untuk mengeluarkan sapi potong, ndak masalah, karena kita daerah produksi,” ujarnya pekan kemarin.
Hingga pertengahan bulan Mei 2024 ini, sebanyak 29.009 ekor sapi dikirim ke sejumlah daerah di Indonesia. Di antaranya, 3.043 ekor ke DKI, 20.645 ke Jawa Barat, 700 ekor ke Banten, 3.160 ekor ke Kalimantan Selatan, 260 ekor ke Kalimantan Tengah, 350 ekor ke Bangka Belitung, 169 ekor ke Sumatera Selatan dan 682 ekor ke Lampung.
Tahun 2024 ini, Pemprov NTB memberikan kuota pengiriman sapi ke luar daerah sebanyak 54.900 ekor, sehingga tersisa sebanyak 25.891 ekor yang boleh dikirim ke luar daerah. tercatat sebanyak 94 perusahaan (pengusaha) yang melakukan pengiriman sapi potong ke luar daerah.
Lalu mengapa harga daging segar di dalam daerah tetap tinggi, bahkan cenderung naik? Riadi menyampaikan hal ini sebagai fenomena terbalik. Soal harga daging segar di dalam daerah ini adalah anomali.
Persoalan harga daging segar di dalam daerah ini juga pernah diuji. Menurut kepala dinas, salah satu kebijakan yang pernah diterapkan adalah menyetujui permintaan distributor daging beku untuk memasukkan daging beku ke NTB, berapapun yang diminta.
“Distributornya minta izin 20 ton, saya kasih. Minta 30 ton, saya kasih waktu itu. Saya kemudian melakukan analisa pasar, selama dua minggu. Ternyata, harga daging segar tidak berubah. Tetap konstan walaupun diperbanyak daging beku masuk,” terangnya.
Ia merasa hal ini aneh, karena tidak berlaku hukum pasar. Di mana saat stok daging beku tinggi, harga daging segar harusnya turun.
Setelah diamati, pasar dikendalikan. Di saat stok daging beku tinggi, pejagal mengurangi jumlah pemotongan. Pejagal juga yang menjual daging beku tersebut di pasar-pasar tradsional. Mekanisme pasar yang dibangun adalah, distributor yang ingin masuk ke pasar tradisional harus melalui pejagal/atau pedagang daging di pasar becek tersebut.
“Sehingga pasar dapat dikondisikan. Saat daging beku banyak masuk, RPH (Rumah Potong Hewan) yang biasanya motong sehari lima ekor, mengurangi jadi 3 ekor. Kalau daging beku kurang, pemotongan ditambah. Ini situasi pasar yang diciptakan, sehingga harga daging segar tetap stabil,” jelas Riadi.
Dalam hal ini, kepala dinas mengatakan, dikembalikan kepada konsumen. Bagi konsumen yang ingin membeli daging segar dengan harga tinggi, adalah hak konsumen. Begitu juga, bagi konsumen yang ingin membeli daging beku dengan harga yang ditetapkan pemerintah, juga hak konsumen.
“Kita kembalikan saja kepada konsumen kalau soal harga dan pilihan daging. Yang pasti, ketersediaan hewan potong kita sangat mencukupi,” demikian Riadi.(bul)
Artikel lainnya….
Pj Wali Kota Bima : Akibat Menanam Jagung di Lereng, Kerugian Mencapai Rp2,2 Triliun
HNSI NTB akan Gugat UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Kelola Lobster
OJK dan AFTECH Luncurkan Strategi Anti Fraud, Penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan