Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU) diminta untuk mengeluarkan regulasi yang membatasi penggunaan kantong plastik di KLU, khususnya di wilayah 3 Gili. Hal ini menyusul aktivitas wisata di 3 Gili mulai membaik.
“Distribusi barang ke 3 Gili harus mulai ditata, pengiriman supaya lebih banyak menggunakan keranjang dan mengurangi plastik,” ungkap Ketua Gili Hotels Association (GHA), Lalu Kusnawan, Sabtu 17 Mei 2025.

Persoalan sampah, menurut dia, masih menjadi persoalan mendasar di 3 Gili, di samping infrastruktur destinasi dan persoalan air bersih yang belum tertangani di Gili Meno dan Gili Trawangan.
Permintaan General Manager Willson’s Retreat tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik KLU 2025. Dimana produksi sampah tahun 2024 di KLU mencapi 113.459 meter kubik (m³). Volume sampah ini tidak jauh berbeda dari sampah yang dihasilkan pada tahun 2023 sejumlah 115.466 m³.
Jika dilihat dari volume produksi per kecamatan, maka 3 Gili yang terletak di Kecamatan Pemenang, memproduksi sampah sebanyak 18.281 m³.
Produksi sampah di KLU tidak lepas dari angka kunjungan wisatawan. Dimana BPS KLu mencatat, jumlah wisatawan selama 2024 sebanyak 783.110 orang. Jumlah pengunjung tersebut meningkat dari setahun sebelumnya sejumlah 656.448 orang.
Persoalan sampah khususnya di 3 Gili ini pernah diinspeksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, beberapa waktu lalu. Kepala Satuan Tugas Direktorat Korsup KPK, Dian Patria, mengungkapkan hulu permasalahan diketahui berkaitan dengan penumpukan sampah, yang bahkan mencapai tinggi 9,5 meter, dan tidak bisa lagi didaur ulang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gili Trawangan.
Ia menegaskan, penumpukan sampah di kawasan wisata ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola yang berpotensi merugikan daerah secara ekonomi dan layanan publik yang diberikan.
“Di Gili Trawangan, saat high season volume sampah yang dihasilkan mencapai 18 ton dan low season 15 ton per hari, namun kapasitas pengolahan hanya sekitar 2 hingga 3 ton saja per hari. Artinya, hanya 16 persen yang bisa diproses setiap harinya. Ada selisih besar yang menyebabkan penumpukan sampah secara signifikan. Jika tidak segera ditangani, tumpukan sampah ini akan terus meningkat dan menjadi masalah yang semakin sulit diatasi,” ucap Dian usai meninjau langsung TPA dan TPST di Gili Trawangan seperti dikutip dari KPK.go.id.
Dalam tinjauan di lapangan, terlihat botol-botol plastik masih disortir manual oleh petugas. Sementara sampah recycling, botol kaca, dan organik, dipilah menggunakan dua mesin conveyor. Lantas, untuk sisa residu yang tidak dapat didaur ulang, langsung dibuang ke TPA. Di bibir pantai juga ditemukan adanya sampah yang belum diangkut, yang hanya ditutup plastik.
“Ini kan tidak elok, ya. Sampah belum diangkut, hanya ditutup plastik saja. Bisa saja, lho, sampah itu terbawa ke laut padahal di sana banyak wisatawan. Bagaimana kalau wisatawan kapok karena pantainya kotor?” tanyanya. (ari)