Jakarta (ekbisntb.com) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia akan memfasilitasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di Indonesia dengan perizinan dan insentif, sebagai bentuk negosiasi terkait tarif impor resiprokal.
“Indonesia akan memfasilitasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang selama ini beroperasi di Indonesia, tentunya ada hal-hal yang terkait dengan perizinan dan insentif yang dapat diberikan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers bertajuk, “Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat”, dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat 18 April 2025.

Airlangga menyampaikan tim deregulasi akan segera dibentuk untuk membahas perizinan dan insentif yang akan diberikan. Pemberian fasilitas tersebut bertujuan untuk memberi kemudahan berusaha (ease of doing business) dan meningkatkan daya saing Indonesia.
Melalui deregulasi, Airlangga berharap agar aturan-aturan di Indonesia tidak lagi menjadi hambatan untuk perdagangan.
“Bukan hanya eksklusif untuk Amerika Serikat, melainkan juga termasuk dalam berbagai perjanjian, seperti IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa),” kata Airlangga.
Relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) merupakan salah satu bentuk dari deregulasi yang ditawarkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam acara Sarasehan Ekonomi Nasional, Selasa 8 April 2025.
Prabowo menilai relaksasi TKDN dapat memberi fleksibilitas kepada investor dan menjaga daya saing sektor perindustrian Indonesia. Dia menilai mekanisme penerapan TKDN bisa diubah, salah satunya dengan pemberian insentif.
“Tentu dari Amerika Serikat ada permintaan (relaksasi) terhadap produk-produk tertentu yang secara natur maupun secara bisnis praktis itu sifatnya bukan impor ekspor, contohnya seperti data center. Itu kami sedang perbaiki dan sedang dibuat rekomendasinya,” ujar Airlangga pula.
Negosiasi tarif yang dilakukan oleh Indonesia terhadap AS merupakan respons dari pengumuman kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia, oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025.
Dalam kebijakan terbaru AS itu, Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen, sementara negara-negara ASEAN lainnya, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Walaupun demikian, Presiden Trump pada 9 April 2025 mengumumkan jeda selama 90 hari untuk penerapan tarif impor resiprokal itu kepada sebagian besar negara, kecuali China. Indonesia masuk dalam kelompok negara yang mendapatkan jeda selama 3 bulan penuh itu.
Industri Padat Karya
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyampaikan bahwa saat ini pemerintah sedang mempelajari dampak perang tarif Amerika Serikat terhadap industri padat karya, seperti tekstil dan udang.
“Khusus untuk beberapa sektor yang akan terkena dampak, terutama dari perang tarif ini, seperti industri padat karya dan juga industri udang, itu sedang dipelajari,” ujar Mari dalam konferensi pers bertajuk, “Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat”, dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat 18 April 2025.
Selain itu, Mari juga menyampaikan bahwa pemerintah mematangkan pembentukan satuan tugas (satgas) pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagai langkah antisipasi dari ancaman PHK terhadap buruh imbas tarif resiprokal yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS).
“Sementara ini, kami masih akan bernegosiasi dan belum pasti apa yang akan terjadi dalam 30–60 hari ke depan,” katanya.
Adapun usulan pembentukan satgas PHK digagas Presiden RI Prabowo Subianto dalam sarasehan ekonomi di Jakarta, Selasa lalu 8 April 2025.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menilai, wacana pembentukan satgas PHK dinilai baik.
Namun, ia menuturkan satgas ini nantinya diharapkan tidak hanya mengurus soal PHK saja, tapi juga langkah antisipatif terkait perluasan kerja.
Selain satgas PHK, pemerintah juga menyiapkan pembentukan satgas deregulasi. Satgas tersebut nantinya dinilai mampu meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat investasi di sektor tekstil, produk tekstil, sepatu, dan sektor padat karya lainnya.
Pembentukan kedua satgas tersebut merupakan respons dari pengumuman kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia, oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025.
Dalam kebijakan itu, Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen, sementara negara-negara ASEAN lainnya, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Walaupun demikian, Presiden Trump pada 9 April 2025 mengumumkan jeda selama 90 hari untuk penerapan tarif impor resiprokal itu kepada sebagian besar negara, kecuali China. Indonesia masuk dalam kelompok negara yang mendapatkan jeda selama 3 bulan penuh itu. (ant)