spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaNTBBimaHilirisasi Garam Bima Dinilai Jadi Solusi Potensional Tingkatkan Harga Garam

Hilirisasi Garam Bima Dinilai Jadi Solusi Potensional Tingkatkan Harga Garam

NTB dikenal sebagai salah satu daerah penghasil garam di Indonesia. Namun, harga garam lokal NTB masih cenderung murah. Beberapa faktor menjadi penyebab rendahnya harga tersebut, mulai dari tingginya pasokan hingga kualitas garam yang belum memenuhi standar.

Produksi garam yang melimpah setiap musim kemarau menjadi faktor utama turunnya harga. Ditambah lagi, proses produksi garam di NTB masih menggunakan teknologi tradisional, sehingga kualitasnya belum memenuhi standar industri.

- Iklan -

Garam NTB juga belum memiliki standarisasi atau sertifikasi mutu, seperti SNI (Standar Nasional Indonesia), yang membuatnya kurang diminati untuk kebutuhan industri makanan olahan dan farmasi.

Selain itu, distribusi garam NTB masih terbatas akibat kendala logistik, infrastruktur yang belum memadai, serta keterbatasan modal petani. Akibatnya, pemasaran garam hanya berkutat di pasar lokal untuk konsumsi rumah tangga. Minimnya fasilitas penyimpanan, pengolahan, dan rantai pasok turut memperburuk situasi, sehingga petani garam kesulitan menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih menguntungkan.

Wakil Rektor I Universitas Mataram, Prof. Dr. Sitti Hilyana, menjelaskan, hilirisasi garam di Desa Pandai, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima menjadi upaya potensial pemerintah untuk mengembangkan sumber daya kelautan ini.

Garam dari Bima berpotensi dikembangkan menjadi berbagai produk turunan, seperti garam industri, garam farmasi, produk spa dan kecantikan, briket pakan ternak, hingga olahan pangan berbasis garam.

“Diversifikasi Produk Turunan Garam, dapat dikembangkan menjadi garam industri dan farmasi, untuk olahan makanan,” jelasnya.

Ditambah dengan sumber daya manusia yang memadai, garam lokal akan cukup mudah menyaingi pasar luar dalam pemenuhan kebutuhan garam daerah.

Dikatakan, kebutuhan pasar domestik untuk garam industri masih sangat besar, mengingat Indonesia masih mengimpor garam industri dari Australia dan India. Dengan penguatan hilirisasi, ketergantungan terhadap impor bisa dikurangi.

Apalagi, dengan adanya dukungan dari pemerintah pusat untuk pengembangan sentra garam di Bima, ia menilai garam NTB sangat potensional sebagai pemasok kebutuhan lokal.

“Pasar Domestik yang besar, kita masih impor garam industri dari Australia dan India. sehingga hilirisasi garam bisa mengurangi ketergantungan impor,” terang Wakil ketua Dewan Pakar HKTI Provinsi NTB ini.

Adapun untuk mewujudkan potensi ini, dibutuhkan langkah konkret seperti mendirikan koperasi atau BUMDes garam sebagai lembaga yang mengelola pengolahan dan pemasaran garam.

Selain itu, menggandeng mitra industri untuk alih teknologi dan investasi sangat diperlukan. Pemerintah daerah juga didorong untuk menyediakan pelatihan dan sertifikasi produk melalui dinas terkait.

“Pelatihan dan Sertifikasi Produk, melalui dinas terkait seperti dinas perindustrian, dinas koperasi dan dinas perdagangan agarparoduk bisa masuk ke pasar modern,” ujarnya

Serta pembangunan sentra hilirisasi dan mendorong mini industrial estate garam seperti mesin pencuci dan pengemas produk garam dinilai bisa menjadi motor penggerak peningkatan kualitas dan perkembangan harga garam lokal. (era)

Artikel Yang Relevan

Iklan







Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut