Lombok (ekbisntb.com) – Catatan pertumbuhan ekonomi NTB dalam pada di triwulan kedua tahun 2025 ini menus sampai 0,82 persen. Penyebab terbesar anjloknya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut berasal dari sektor tambang.

Menyikapi situasi tersebut, Komisi III DPRD Provinsi NTB yang membidangi urusan keuangan dan perbankan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama jajaran PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

RDP Komisi III DPRD NTB dengan AMNT tersebut membahas perkembangan pembangunan dan operasional proyek smelter tambang Batu Hijau, termasuk upaya percepatan penyelesaian serta optimalisasi kapasitas produksi.
Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengaku bahwa pihaknya sangat gelisah melihat pertumbuhan ekonomi NTB yang terus minus karena penurunan volume produksi di sektor tambang dan penggalian. Sehingga RDP dengan PT AMNT tersebut sangat penting.
“Artinya kalau kita mau mengubah pertumbuhan ekonomi NTB dari minus ke plus, maka kita harus berjuang agar ekspor barang jasa kita meningkat dengan adanya izin relaksasi konsentrat,” kata Sambirang.
Disebutkan Sambirang bahwa sejak kebijakan hilirisasi, terjadi penurunan tajam terhadap ekspor konsentrat. Karena kemampuan smelter mengolah konsentrat belum maksimal. Penurunan ekspor konsentrat itulah kemudian memicu pertumbuhan ekonomi NTB menjadi minus.
“Kondisinya tiap hari ada produksi konsentrat sesuai rencana bisnis. Tapi ini tidak bisa diolah oleh smelter sehingga terjadi penumpukan konsentrat,” papar Sambirang.
Ditegaskan, kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Dibutuhkan kebijakan khusus berupa diskresi dari pemerintah pusat untuk relaksasi ekspor konsentrat. Jika tidak ada relaksasi ekspor dari pusat, maka hingga akhir tahun ini PT AMNT tidak bisa mengirim konsentrat ke luar negeri untuk ekspor.
“Jadi kami mendorong agar gubernur sekaligus bersama pimpinan DPRD serta komisi III untuk segera datang ke kementrian ESDM dan Kementerian Keuangan. Kami minta agar ada kebijakan relaksasi supaya bisa ekspor konsentrat,” cetus Sambirang.
Selain pertumbuhan ekonomi yang minus, sisi lain NTB juga mengalami kerugian oleh kebijakan hilirisasi tersebut. Dengan menurunnya ekspor konsentrat tersebut akan berdampak pada penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) tambang.
“Kalau itu yang terjadi kita bisa kehilangan potensi pendapatan DBH sampai Rp 200 miliar. Ini tentu berdampak pada APBD 2026. Jadi satu-satunya cara agar dibuka relaksasi ekspor. Baru bisa surplus pertumbuhan ekonomi kita,” tegasnya.
Sementara itu pihak PT Amman Mineral menjelaskan dalam RDP tersebut menyampaikan bahwa bahwa saat ini pihaknya masih terdapat beberapa kendala teknis dan infrastruktur yang perlu diselesaikan agar operasional smelter dapat berjalan secara optimal dan memberikan kontribusi maksimal terhadap ekonomi daerah. (ndi)