26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiMenjaga Tradisi, Gerabah Banyumulek Bertahan di Tengah Kerasnya Tantangan

Menjaga Tradisi, Gerabah Banyumulek Bertahan di Tengah Kerasnya Tantangan

Lombok (ekbisntb.com) – Di tengah sepinya artshop dan menurunnya jumlah pembeli, para pengrajin gerabah tetap setia menjaga api tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Suara hentakan tangan di atas roda putar masih terdengar dari balik rumah-rumah warga di Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat.

- Iklan -

Kerajinan tangan berbahan tanah liat yang pernah mengharumkan nama Nusa Tenggara Barat pada era 1990-an itu kini berjuang menyesuaikan diri dengan zaman. Gerabah Banyumulek yang dulu menjadi ikon unggulan kini menatap masa depan dengan semangat baru.

Di balik pasang surut pasar, masih ada tangan-tangan terampil yang percaya bahwa tanah liat tak hanya bisa dibentuk menjadi barang, tetapi juga menjadi sumber harapan hidup.

Pemilik Artshop Kodong Sasak, Jamiludin, mengatakan meskipun aktivitas jual beli terlihat menurun, kerajinan gerabah tetap menggerakkan ekonomi rakyat.

“Masih ada pembeli dari Bali, Jawa Timur, dan wisatawan yang datang saat musim liburan atau event MotoGP. Dari perajin, buruh harian, sampai pedagang tanah liat — semua masih hidup dari gerabah,” ujarnya.

Menurutnya, daya tahan gerabah Banyumulek ada pada kolaborasi antara pengusaha dan perajin yang terus berinovasi menyesuaikan minat pasar. Produk yang kini banyak diminati antara lain dekorasi rumah dan hotel, vas, serta set gelas gerabah yang tampil lebih modern.

Namun, Jamiludin menilai tahun 2025 menjadi masa kritis bagi keberlanjutan industri ini.

“Perajin sekarang rata-rata berusia di atas 40 tahun. Anak muda belum tertarik meneruskan. Padahal pesanan masih ada, bahkan bisa menyerap produksi lokal,” jelasnya.

Ia menambahkan, strategi pemasaran digital membantu mempertahankan permintaan dan memperluas pasar ke luar daerah.

Hadiah, salah satu perajin gerabah di Banyumulek, memilih bertahan meski menghadapi penurunan permintaan. Ia meyakini keterampilan ini tetap bernilai jika dikelola dengan tekun dan kemitraan yang baik.

“Kami tidak menolak regenerasi. Tapi anak muda sekarang merasa gengsi. Mereka anggap membuat gerabah tidak menjanjikan,” katanya.

Hadiah menuturkan, kerja sama dengan pengusaha lokal menjadi penopang utama pendapatannya. Ia terus berproduksi meskipun pendapatan naik turun, karena percaya gerabah bukan sekadar profesi, melainkan identitas Banyumulek yang harus dijaga.

Pemerintah desa, BPD, dan pelaku usaha kini berupaya memperkuat kerja sama lintas sektor — termasuk akademisi, komunitas, dan media — untuk menghidupkan kembali industri kerajinan gerabah. Mereka menargetkan peningkatan kualitas produk, pelatihan bagi generasi muda, dan promosi digital sebagai jalan menjaga eksistensi.

Gerabah Banyumulek mungkin tak semegah masa jayanya di tahun 1995, tetapi semangat para perajinnya menunjukkan bahwa tradisi bisa bertahan jika dijaga dengan cinta dan inovasi. Dari tanah liat yang sederhana, lahir ketekunan, harapan, dan kebanggaan yang tak lekang oleh waktu. (bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut