Lombok (ekbisntb.com) – Perubahan dalam tradisi menenun, dari sekadar pekerjaan sampingan menjadi rutinitas utama adalah fenomena fenomena turun temurun yang tidak mudah diubah. Namun hal ini harus dilakukan, demi menjaga ajegnya warisan budaya ini.
Desa Semoyang, Lombok Tengah, dan Kecamata Kecamatan Lenek Kabupaten Lombok Timur menjadi pilot project Dinas Perindustrian Provinsi NTB. Dua sentra produksi tenun di Lombok ini sedang konsisten didampingi. Agar regenerasi menenun tetap terjaga.
Kepala Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Hj. Nuryanti, SE.,ME mengemukakan, pendekatan yang dilakukan untuk menjaga warisan budaya ini adalah menjadikan tenun sebagai kegiatan industry berbasis rumah tangga.
Dimulai dari para penenun-penenun muda, Dinas Perindustrian Provinsi NTB melakukan pendampingan untuk menjadi kegiatan menenun sebagi aktivitsa rutin, bukan kegiatan sampingan.
Di masyarakat penenun, kegiatan menenun biasanya dilakukan hanya tempo-tempo. Ketika sedang tidak bekerja, atau sepulang dari sawah, ladang, atau tempat beraktivitas lainnya. Menenun kadang-kadang dilakukan hanya satu jam sehari. Sehingga, satu lembar kain tenun dihasilkan dalam jangka waktu hingga sebulan.
“Kita sudah dampingi, penenun-penenun muda diberikan bantuan alat tenun gedogan. Mereka diajarkan disiplin waktu dan disiplin kerja. Sehari kegiatan menenun dilalukan dari pagi sampai sore, seperti orang bekerja di kantoran pada umumnya,” kata Nuryanti.
Sehingga, dari kebiasaan menghasilkan selembar kain tenun sampai satu bulan, bisa disingkat menjadi hanya dua hari.
Para penenun ini, menurut kepala dinas, difasilitasi dengan penyedia benang. Sehingga, sementara ini tak perlu memikirkan biaya untuk membeli bahan baku. Penenun cukup fokus menenun dan menghasilkan kain.
“Sementara menunggu punya modal untuk bahan baku, dikasi dulu bahan bakunya. Kalau sudah jadi, kain tenunnya diambil sama penyedia bahan baku untuk dijual. Hasilnya, dalam dua hari jika dihitung pendapatan hariannya sangat mencukupi,” ujarnya.
Masyarakat penenun diajak membudayakan kegiatan menenun sebagai mata pencaharian utama. Bukan lagi sampingan. Dengan cara mengatur pola kerjanya, dan memfasilitasi hasil produksinya dengan pasar.
Dengan pendekatan ini, Nuryanti mengatakan, masyarakat makin tergiur untuk menenun karena melihat penghasilan dan pasar yang jelas. Sehingga, kegiatan menenun tidak lagi dilihat sebelah mata. Melainkan dijadikan sebagai profesi yang menjanjikan.
“karena kedepan, kita mendorong kegiatan menenun adalah kegiatan industry. Ekosistemnya dibangun. Karena dari menenun, banyak kegiatan ekonomi lainnya yang bisa ikut bergerak. Dari usaha benang, konveksi, desainer, hingga pemasaran. Apalagi NTB diikhtiarkan menjadi pusat mode fashion muslim,” demikian Nuryanti.(bul)