Lombok (ekbisntb.com) – Direktur RSUD NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra mewacanakan pembentukan rumah sakit khusus paru-paru di provinsi ini. Wacana ini muncul menyusul tingginya kasus penyebaran penyakit Tuberculosis di NTB. Bahkan, NTB berada di urutan kedua dengan kasus TBC tertinggi di Indonesia.
“Saya sebenarnya mengusulkan untuk bisa membuat atau mendirikan rumah sakit khusus paru-paru,” ujarnya, Rabu, 11 Juni 2025.

Pembangunan rumah sakit paru-paru di NTB ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan Gubernur, sehingga nantinya pemeriksaan kesehatan paru-paru akan terfokus di RS ini.
Untuk membangun RS paru-paru di daerah, Herman mengaku kurang memahami bagaimana perhitungannya, namun menurutnya tidak akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Apalagi, di NTB telah banyak dokter paru-paru.
Selain anggaran fisik, NTB lanjut Herman hanya membutuhkan fasilitas-fasilitas kesehatan seperti CT Scan, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
“Bangunan fisik saya tidak tahu hitungannya per meter per segi. Tapi kan saya lihat sudah layak di sini dan karena memang dokter kita banyak. Saya punya dokter paru saja lima,” katanya.
Tingginya jumlah masyarakat yang terserang penyakit did NTB diibaratkan sebagai gunung es yang sewaktu-waktu bisa meledak. Hal ini karena masyarakat NTB menyepelekan penyakit ini, sehingga enggan meminum obat yang berdampak pada pertumbuhan dan penyebaran penyakit yang semakin cepat.
“TBC kita nomor dua. Gini ya, TBC itu seperti gunung es, bahkan lebih ekstrem dari Covid-19,” terangnya.
Yang paling bahaya dari penyakit ini adalah penularan yang sangat cepat. NTB menjadi provinsi dengan jumlah penyakit tertinggi kedua di Indonesia dikatakan sebab bakteri ini telah menjamur di Bumi Gora.
“Banyak pasien yang meremehkan penyakit ini. Sehingga malas berobat, kontrol, dan sebagainya,” ucapnya.
Untuk mendeteksi penyakit TBC, masyarakat cukup dengan melakukan pemeriksaan ke Puskesmas. Untuk menekan kasus penyebaran penyakit ini, perlu meminum obat secara rutin.
Adapun gejala TBC hampir mirip dengan flu, namun dalam jangka waktu yang cukup lama. “Batuknya lama, kronis. Bisa sebulan, dua bulan,” pungkasnya. (era)