Lombok (ekbisntb.com) – Terpilihnya Donald Trump pada Pemilu Presiden Amerika Serikat dikhawatirkan akan memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dampaknyapun diproyeksikan akan merambat ke Provinsi NTB.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Berry A Harahap di Mandalika, Senin, 9 Desember 2024 mengemukakan alasannya.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden akan berdampak besar pada kebijakan perdagangan AS, perubahan iklim, perang di Ukraina, kendaraan listrik, pajak warga Amerika, dan imigrasi ilegal. Beberapa kebijakan Trump pun dapat berdampak terhadap negara yang menjadi mitra dagang terbesar AS yakni China, Arab dan Israel.
Diketahui, Trump telah melontarkan gagasan tarif 10% atau lebih untuk semua barang yang diimpor ke AS. Bahkan rencananya ia akan menetapkan akan mengenakan tarif 200% pada beberapa mobil impor.
Trump secara khusus menargetkan China. Ia mengusulkan penghentian impor barang-barang dari China seperti elektronik, baja, dan farmasi selama empat tahun. Ia berupaya melarang perusahaan-perusahaan China memiliki real estate dan infrastruktur AS di sektor energi dan teknologi.
Saat menjabat, Trump menyebut China sebagai “pesaing strategis” dan mengenakan tarif pada beberapa impor China ke AS. Trump juga melancarkan perang dagang pada 2018 yang membuat ekonomi China dan dunia ikut terpukul.
Berry mengatakan, dampak dari semua itu adalah akan rendahnya produksi produk-produk elektronik dan energi dari China.
“Jika pertumbuhan ekonomi China melambat, maka permintaan terhadap produk-produk impor seperti energi, bahan baku, dan bahan tambang akan ikut menurun. Ini akan berdampak langsung pada NTB, terutama sektor tambang tembaga yang merupakan salah satu andalan daerah,” ujarnya.
Berry menjelaskan bahwa penurunan permintaan tembaga dari China akan berimbas pada penurunan harga komoditas tersebut di pasar global. Kondisi ini tentu saja akan berdampak negatif pada kinerja perusahaan tambang, khususnya di NTB, mengingat daerah ini memiliki salah satu tambang tembaga terbesar di dunia.
“Kalau China juga mengurangi impor produk energi atau komoditas hasil pertambangan. Itu bisa mempengaruhi penurunan produksi tambang (AMNT) di NTB,” ujarnya.
Dengan penurunan permintaan komoditas tambang ini, potensi risikonya adalah perusahaan tambang akan melakukan efisiensi karyawan dan belanja-belanja. Sementara diketahui, tambang di NTB sangat mempengaruhi pertumbuhhan ekonomi.
Ketika ekspor tampang melejit, pertumbuhan ekonomi NTB akan naik signifikan. Demikian juga sebaliknya, jika penurunan produksi tambang terjadi, dampaknya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi NTB.
“Kita perlu waspada terhadap fluktuasi harga komoditas tambang yang cenderung tidak stabil. Untuk itu, kita harus mendorong diversifikasi ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada sektor tunggal,” tegasnya.
Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi daerah, BI NTB mendorong pengembangan sektor pertanian dan pariwisata. Sektor pertanian dinilai memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, mengingat luasnya lahan pertanian di NTB. Sementara itu, sektor pariwisata juga diharapkan dapat menjadi sumber devisa baru bagi daerah.
“Walaupun kontribusinya masih relatif kecil, sektor pariwisata memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Dengan keindahan alam dan kekayaan budaya yang dimiliki NTB, sektor pariwisata dapat menjadi salah satu penggerak ekonomi daerah selain pertanian,” demikian Berry.(bul)