spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaNTBDPRD NTB Minta Penataan Jalur dan SOP Pendakian Rinjani Tak Lupakan Kearifan...

DPRD NTB Minta Penataan Jalur dan SOP Pendakian Rinjani Tak Lupakan Kearifan Lokal

Lombok (ekbisntb.com) – Komisi II DPRD NTB mendukung penuh langkah Pemprov NTB bersama Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) yang akan memberlakukan standar operasional prosedur (SOP) baru pada pendakian Gunung Rinjani, mulai 11 Agustus 2025.

“Prinsipnya, kami mendukung langkah penataan trecking Rinjani, termasuk SOP pendakian yang dibuat. Tentu hal ini tujuannya untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung Rinjani,” Ketua Komisi II DPRD NTB Lalu Pelita Putra pada Jumat 8 Agustus 2025.

- Iklan -

Meski penataan perbaikan jalur pendakian melalui pembuatan undakan untuk memudahkan pendaki serta meningkatkan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung. Namun demikian penerapan SOP tersebut agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal di wilayah Gunung Rinjani.

Mengingat, jalur pendakian di Tama Nasional Gunung Rinjani masuk kategori grid level empat atau satu tingkat di bawah medan pendakian paling berat. “Tapi perbaikan SOP ini enggak boleh menghilangkan kelestarian dan kearifan lokal yang selama ini ada di Gunung Rinjani,” katanya.

Politisi PKB ini mengaku bahwa terdapat beberapa nilai kearifan lokal yang mencerminkan dimensi nilai lokal di kawasan Rinjani.  Pertama, patuh pada orang tua merupakan nilai yang tercermin dari kisah Dewi Anjani, yang menunjukkan ketaatan sang dewi terhadap kehendak orang tuanya.

Selanjut kedua, nilai kearifan lokal yang perlu diperhatikan juga adalah kasih sayang juga menjadi nilai lokal yang tercermin dalam kisah Dewi Anjani. Menurut Pelita, penghargaan dan cinta masyarakat bangsa jin terhadap Dewi Anjani menjadi alasan mengapa dia diangkat menjadi ratu jin.

“Terlebih, kasih sayangnya terlihat dalam tindakan menolong Doyan Neda dari kekejaman ayahnya, yang kemudian hidup kembali berkat pertolongan sang Dewi,” tutur Lalu Pelita.

Ketiga, tradisi Menyembe dan Wetu Telu mencerminkan nilai kearifan lokal terkait dengan hubungan manusia dengan alam dan sesama manusia. “Ritual adat Menyembe, yang melibatkan memberikan tanda di dahi bagi orang-orang yang akan mendaki Gunung Rinjani, menunjukkan kesadaran akan keberadaan makhluk gaib di tempat tersebut,” ungkap Pelita.

Dijelaskannya, hubungan antara Dewi Anjani dengan agama Islam, yang diakui sebagai jin Islam, tentunya mencerminkan pengaruh kearifan lokal terhadap agama. Hal ini tercermin dalam falsafah “Wetu Telu,” yang awalnya merupakan sinkretisme antara agama Islam dan agama Siwa-Budha di Lombok.

Di mana, lanjut Pelita, di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), justru tradisi Wetu Telu menjadi pedoman masyarakat. Tradisi tersebut menekankan keseimbangan antara hubungan Tuhan dengan manusia, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan.

“Dan, nilai-nilai ini mengakar pada kepercayaan bahwa ketidakseimbangan dalam ketiga unsur tersebut dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat,” tegas Pelita.

Sebelumnya, Pemprov dan BTNGR, mulai merumuskan SOP  baru saat melakukan pendakian ke Gunung Rinjani selama masa penutupan pendakian yang berlangsung 1-10 Agustus 2025. (ndi)

Artikel Yang Relevan

Iklan








Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut