Lombok (ekbisntb.com) –
Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Nusa Tenggara Barat (NTB) secara tegas menolak rencana penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Penolakan ini didasarkan pada potensi dampak lingkungan dan sosial yang signifikan, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati Raja Ampat yang mendunia.

Ketua FABEM NTB, Habibi, menegaskan bahwa penambangan nikel dapat memicu pencemaran air dan tanah, merusak ekosistem laut, menyebabkan deforestasi, hingga menghilangkan mata pencarian masyarakat sekitar.
“Raja Ampat adalah salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Penambangan nikel di daerah ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki dan berdampak pada generasi selanjutnya,” ujar Habibi.
Raja Ampat dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut global. Kawasan ini merupakan rumah bagi lebih dari 2.500 spesies ikan laut, 75% spesies karang dunia, berbagai jenis moluska, serta mamalia laut seperti lumba-lumba, paus, dan dugong. Keberadaan tambang nikel dikhawatirkan akan menghancurkan kekayaan alam tak ternilai ini.
FABEM NTB kemudian menyampaikan sejumlah tuntutan. Diantaranya, Meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk segera menghentikan eksplorasi dan rencana penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Mendesak Kejaksaan Agung RI dan instansi penegak hukum terkait untuk memeriksa indikasi pelanggaran hukum dalam penerbitan izin tambang, serta memastikan penegakan hukum yang tegak lurus.
Meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengevaluasi seluruh penambang di pulau-pulau Indonesia yang tidak mematuhi aturan dan melanggar prinsip Good Mining Practice (GMP) serta merusak ekosistem lingkungan.
Mendesak kementerian terkait untuk tegas dalam menjalankan penegakan sanksi, baik sanksi administrasi (penutupan tambang), pidana, maupun gugatan perdata, terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Mengingatkan agar kegiatan investasi di sektor tambang tidak merusak ekosistem alam, terutama situs-situs bersejarah. FABEM prinsipnya mendukung investasi yang ramah dan merawat ekosistem lingkungan alam sekitarnya.
Habibi menegaskan bahwa FABEM NTB siap mengawal penolakan ini melalui gerakan 1000 tanda tangan.
“Kami akan bekerja sama dengan organisasi lain dan masyarakat untuk memperkuat gerakan ini dan memastikan bahwa lingkungan hidup di Raja Ampat tetap terjaga,” ujarnya.
Senada dengan Habibi, Wakil Ketua Umum DPP FABEM Bidang Kerjasama Antar Lembaga & Bidang Hukum, Tody Ardiyansah Prabu, S.H., menyatakan kesiapannya untuk mengawal dan mengkonsolidasikan gerakan penolakan tambang nikel di Raja Ampat.
Tody Ardiyansah Prabu, S.H., menambahkan bahwa momentum isu ini akan terus dimanfaatkan FABEM untuk memperjuangkan isu lingkungan pro-rakyat dan mengkritisi penambang di seluruh Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan parah karena tidak memperhatikan pengelolaan sesuai prosedur dan tidak memiliki sistem manajemen lingkungan yang baik, serta abai terhadap prinsip Good Mining Practices (GMP).
“GMP adalah prinsip, metode, dan prosedur yang diterapkan dalam industri pertambangan untuk memastikan kegiatan pertambangan dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Ini mencakup aspek teknis, konservasi mineral, pengelolaan lingkungan, keselamatan, kesehatan kerja, serta pemberdayaan masyarakat,” jelas Tody.
Ia juga menyoroti Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 1 Tahun 2014 yang memprioritaskan pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk kegiatan non-pertambangan seperti konservasi, pendidikan, perikanan, dan pariwisata berkelanjutan. “Kegiatan pertambangan bukanlah prioritas di pulau kecil, hal ini juga telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023,” pungkas Tody Ardiyansah Prabu, S.H.
Selain itu, Pasal 35 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara umum melarang aktivitas di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat mengganggu ekosistem dan kelestarian sumber daya alam, termasuk penambangan terumbu karang dan pencemaran lingkungan.(r)