Lombok (ekbisntb.com) – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Muhamad Riadi, SP, M.Ec.Dev menyampaikan, meski NTB khususnya Pulau Sumbawa masuk dalam Kategori Luar Biasa (KLB) rabies, namun anggaran daerah belum mendukung untuk penanganan hewan pembawa rabies (HPR).
“Pengadaan vaksin rabies dari Kementrian kita sudah tiga kali minta, tapi tidak direspon. Kita diminta menggunakan APBD untuk pengadaan vaksin rabies ini, kami sudah sampaikan ke teman-teman kabupaten/kota karena gigitan naik terus,” katanya, Selasa, 6 Agustus 2024.
Riyadi mengatakan baru kabupaten Bima yang mengalokasikan APBD untuk penanganan rabies. Daerah lainnya seperti kabupaten Dompu, Kota Bima, Sumbawa, dan Sumbawa Barat belum memberikan respon terkait permintaan Pemprov NTB untuk menganggarkan penanganan rabies.
“Kami berharap di APBD perubahan ini ada dukungan anggaran. Karena dari kementrian anggarannya sudah sangat minim sekali. Kalau kita bandingkan antara anggaran di tahun 2023 dengan di tahun ini sangat-sangat signifikan terjadi pengurangan anggaran,” lanjutnya.
Jumlah hewan pembawa rabies tahun 2024 ini dinilai lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu faktornya adalah karena penularan penyakit ini sangat cepat, ditambah nihilnya dukungan anggaran untuk penanganan HPR.
Sampai dengan bulan Juli 2024, tercatat 504 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), 46 diantaranya dinyatakan positif rabies. Kasus GHPR tersebut terjadi di Pulau Sumbawa. Sementara di Pulau Lombok berstatus bebas rabies.
Mantan Kadistanbun NTB ini mengatakan untuk menjaga Pulau Lombok dari penularan rabies, pihaknya ketat melakukan pengawasan lalu lintas hewan. “Jangan sampai hewan pembawa rabies dari Sumbawa masuk ke Lombok. Bali juga terinfeksi rabies, jadi itu yang kita kontrol. Pulau Lombok ini kejepit antara pulau Bali dan Sumbawa, kalau kita tidak ketat-ketat mengawasi lalu lintas ternak, bisa jadi itu masuk ke pulau Lombok,” bebernya.
Riyadi menuturkan bahwa cukup sulit provinsi NTB terbebas dari rabies, apalagi dengan kondisi banyaknya anjing liar yang terinfeksi virus ini. Sehingga pemberian vaksin akan memakan waktu untuk menangkap dan menyuntikkan kepada hewan liar tersebut.
Untuk menekan jumlahnya, bisa juga dengan melakukan fertilisasi atau memandulkan hewan-hewan pembawa rabies. Namun, karena proses ini juga membutuhkan dana, sehingga saat ini pemerintah provinsi belum melakukan upaya pemberantasan rabies selain berkoordinasi dengan kabupaten/kota.
“Ini kan kita harapkan dilakukan fertilisasi, dimandulkan. Karena kalau mau diburu tidak mungkin, nanti akan menyebabkan reaksi di masyarakat, yang paling hewani ya memang dikebiri atau difertilisasi,” tutupnya. (era)