KENAIKAN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen resmi diberlakukan Presiden Prabowo Subianto, per 1 Januari 2025. Meskipun awalnya disebut hanya untuk barang mewah, namun di lapangan banyak transaksi pembelian, termasuk barang kebutuhan sehari-hari yang alami kenaikan.
Hal itu mencuat ke permukaan, selain viral di media sosial juga dalam pengaduan publik yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Sebab itu YLKI melalui Plt. Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih dalam siaran persnya Sabtu 4 Januari 2025 menyebut langkah Pemerintah RI menaikkan PPN sebesar 12 persen tersebut membebani rakyat.

“Ini juga semakin membebani rakyat kecil serta kelas menengah yang pendapatan dan daya belinya terbatas,” ujar Indah Suksmaningsih.
YLKI pun menetapkan sikap kepada Pemerintah RI khususnya Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi kebijakan PPN. Kenaikan PPN harus dilakukan secara selektif dan hanya diberlakukan untuk barang mewah, sesuai dengan janji awal pemerintah.
“Untuk itu perlu diawasi pelaku usaha yang melanggar serta pelaksanaan yang benar jika perlu pelaku usaha diberikan denda sehingga adil bagi konsumen atau laporkan ke institusi negara seperti BPKN,” terangnya.
Kedua, memberikan transparansi dan edukasi. Masyarakat harus diberikan informasi yang jelas mengenai barang dan jasa apa saja yang dikenakan PPN 12 persen. Minimnya edukasi hanya akan memperburuk implementasi kebijakan ini di lapangan.
Ketiga, menghindari pemiskinan struktural. Kebijakan pajak yang tidak tepat sasaran seperti ini berpotensi semakin memiskinkan rakyat kecil. Pemerintah harus memastikan kebijakan perpajakan tidak menjadi alat untuk mengeruk uang dari mereka yang sudah rentan secara ekonomi.
Keempat, mengumpulkan pakar ekonomi dan keuangan nasional. Pemerintah bisa segera memerintahkan semua pakar ekonomi, ahli keuangan dan profesor bidang moneter Indonesia untuk berembuk dan menghasilkan kebijakan pengganti yang lebih baik dan lebih bijak dari PPN 12 persen.
YLKI juga mengkritik pelaksanaan langkah pemerintah menaikkan PPN sebesar 12 persen tersebut yang tidak berjalan dengan baik di lapangan. Dengan berdasarkan analisa laporan dan kebijakan tersebut, YLKI mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas dalam memastikan kebijakan ini tidak merugikan rakyat. Bahkan kalau perlu segera batalkan saja PPN 12 persen.
“Kalau tidak mau membatalkan (kenaikan PPN 12 persen), maka Presiden RI harus memerintahkan Kementerian Keuangan untuk segera menyusun kebijakan teknis yang lebih adil dan transparan. Kenaikan PPN harus difokuskan pada barang dan jasa yang benar-benar tergolong mewah, sehingga tidak membebani kebutuhan dasar masyarakat,” kata Indah. (ris)