Lombok (ekbisntb.com) –

Peneliti Lombok Research Center (LRC), Dr. Maharani, mempertanyakan capaian realisasi pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau galian C di Lombok Timur (Lotim) yang dinilai sangat minim. Padahal, dengan 171 titik galian yang beroperasi, idealnya penerimaan pajak sektor ini dapat mencapai Rp 18 miliar.
Persoalan rendahnya realisasi ini mencuat dalam Diskusi Tematik tentang Perubahan Iklim yang digelar bersama jurnalis Lotim, Sabtu (4/10/2025).
Maharani mengaku heran dengan realisasi yang hanya sekitar Rp 5 miliar, dan mempertanyakan ke mana hilangnya potensi penerimaan yang seharusnya bisa diraih.
“Kalau hanya terealisasi Rp 5 miliar, kemana kemudian sisanya?” ungkap Maharani, seperti dikutip dari pernyataannya dalam diskusi tersebut.
Berdasarkan data yang tercantum dalam Sistem Evaluasi & Monitoring Pendapatan Asli Daerah (Sempad) Kabupaten Lotim, realisasi Pajak MBLB hingga 4 Oktober 2025 memang baru mencapai Rp4,94 miliar atau hanya 21,64% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 22,81 miliar.
Dr. Maharani mengungkapkan dilema yang dihadapi. Di satu sisi, jika tambang galian C dipaksa tutup, belasan miliar potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lotim terancam hilang. Di sisi lain, jika diperbolehkan, kontribusi kepada masyarakat yang terdampak harus jelas. “Bisa saja diperbolehkan tetap ada galian C, tapi dengan syarat,” ujarnya.
Maharani berasumsi bahwa produksi lahan pertanian di Lotim mengalami penurunan akibat aktivitas galian C. LRC berencana meneliti lebih lanjut dampak lingkungan dari galian C pada tahun 2026, termasuk menganalisis unsur hara tanah yang hilang serta perubahan fisik air.
Aktivitas tambang MBLB, yang mayoritas menggunakan sistem terbuka, memang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan, seperti erosi tanah, penurunan kualitas air, dan hilangnya habitat . Memulihkan lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu lama .
Bapenda Lotim telah mengakui adanya kendala dalam pencapaian target. Kepala Bapenda Lotim, Muhsin, pada Oktober 2024 menyebut bahwa upaya mencapai target pajak galian C cukup sulit, karena banyak wajib pajak yang mencoba menghindar .
Muhsin menegaskan pajak tetap dipungut karena aktivitas galian C menimbulkan risiko kerusakan lingkungan dan kecelakaan. Pemerintah daerah juga telah membentuk tim bersama dari TNI, Polri, Kejaksaan, dan OPD untuk menertibkan galian C yang tidak berizin .
Di luar persoalan tambang, Maharani juga mengkritik model kebijakan pemerintah daerah yang dinilai tidak komprehensif dalam menangani persoalan lingkungan, termasuk alih fungsi lahan dan program penanaman pohon yang dianggap sekadar seremonial.
Dia menekankan perlunya kolaborasi yang lebih solid antara pemerintah, LSM, kampus, dan sektor privat untuk mendiskusikan dan mencari solusi atas berbagai persoalan pembangunan dan lingkungan yang dihadapi daerah. (rus)









