26.5 C
Mataram
BerandaNTBLombok BaratBangunan di Roi Pantai, DPRD Desak Pemda Tegas

Bangunan di Roi Pantai, DPRD Desak Pemda Tegas

Lombok (ekbisntb.com) – DPRD Lombok Utara mendesak Pemda Lombok Utara untuk bertindak tegas terhadap bangunan yang dibangun di area roi pantai. Salah satunya, kolam permanen yang dibangun di kawasan yang dikuasai investor.

Anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Pariwisata, DPRD Lombok Utara, H. M. Taufik, Rabu 3 September 2025, mengungkapkan, pembangunan beton permanen di area roi pantai Gili Trawangan, mulai menimbulkan abrasi.

- Iklan -

Perubahan dinamis pada roi pantai ini merupakan dampak ilmiah dari keberadaan sebuah bangunan. Pasir pantai pada kiri dan kanan bangunan mengalami pengikisan, dan garis pantai mengikis area daratan.

Taufik menunjuk pada video visual yang dikirim oleh warga setempat yang mengkritik aktivitas permanen kolam milik oknum pengusaha. Pada sebelah barat kolam, garis pantai berubah dengan mengikis area darat. Pada bagian ini, space pantai berpasir semakin menyempit. Bahkan, bed pantai tempat wisatawan biasa berjemur hanya tersisa beberapa unit. Menilik video tersebut, ia memperkirakan sisa pantai berpasir dari garis roi pantai sekitar 10-15 meter.

Sebaliknya di bagian timur (kiri) bangunan kolam, kondisinya lebih kritis lagi. Mantan Kades Gili Indah dua periode ini menunjuk, bebatuan karang dan krikil mulai muncul ke permukaan akibat tekanan ombak yang dialihkan oleh pondasi kolam.

Bergeser sedikit ke bagian timur kolam. Pada jarak 20-25 meter dari kolam dan jety milik pengusaha, kondisi pantai terlihat kritis. Abrasi terlihat kasat mata. Pergeseran garis pantai menyebabkan setengah lambung boat yang terparkir di daratan, menggantung karena pasirnya terbawa arus. Bahkan, sejumlah pohon Cemara yang dulu berada di darat, kini berada di perairan dan menunggu waktu untuk tumbang.

“Kita tidak tahu siapa yang bangun. Kita minta supaya Pemda mengambil tindakan tegas, karena ini jelas-jelas melanggar Perda Tata Ruang yang acuannya adalah RTRW Nasional,” tegas Taufik.

Politisi Perindo Lombok Utara ini menegaskan, Pemda sudah mengetahui bahwa pembangunan kolam ini berada di area yang tidak dibenarkan menurut ketentuan RTRW. Namun, anehnya, instansi teknis justru beralibi bahwa penindakan dilakukan sesuai prosedur. Yaitu, memberikan Surat Peringatan (SP) sampai 3 kali, kemudian ditindaklanjuti dengan eksekusi (pembongkaran).

“Ini bahaya kalau dibiarkan. Pengusaha yang lain bisa ikut karena merasa tidak ada standar ketegasan, keadilan dan kepastian hukum yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah.”

Taufik khawatir, kerusakan yang muncul akibat intervensi fisik perusahaan memunculkan reaksi masyarakat. Kekhawatiran itu merujuk pada sejumlah dorongan warga yang ia terima agar sarana tersebut diambil tindakan tegas (membongkar).

“Ini sangat membahayakan pulau dan warga secara umum. Bisa-bisa orang-orang Gili turun (aksi). Ini yang kita tidak mau,” imbuh Taufik.

Dibandingkan dengan aktivitas fisik di Gili Trawangan, Taufik menyebut, hal serupa tidak terjadi di Gili Meno dan Gili Air. Pengusaha yang beroperasi di Gili Meno dan Gili Air relatif patuh, terutama pascapenertiban yang pernah dilakukan pemerintahan Najmul – Sarif di kisaran tahun 2016/2017 silam.

“Memang ada abrasi di bagian utara dan selatan pulau. Tapi itu akibat force majeure, akibat hempasan ombak dan tinggi gelombang.”

“Kami minta Pemda untuk tegas, bentuk yang diinginkan warga adalah kebijakan sama rata. Kalau ini dibiarkan, pasti akan merembet ke tempat lain,” tandasnya.

Terpisah, Kasat Pol PP Kabupaten Lombok Utara, Totok Surya Saputra, SH., MH., kepada wartawan tak membantah telah mengambil tindakan terhadap bangunan kolam di Gili Trawangan tersebut. Diakui, pengusaha bersangkutan telah diberi Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 kali. Tetapi, perusahaan masih bersikeras melanjutkan aktivitasnya.

“Teguran terakhir dikirim pada 11 Agustus 2025, yang isinya meminta perusahaan menghentikan pembangunan serta membongkar sendiri bangunan (kolam) yang sudah ada,” ujarnya.

Dikatakannya, investor berkilah bahwa bahwa kolam yang dibangun bukan fasilitas komersil. Pun demikian, lokasi diklaim bekas abrasi berat. Bahkan, perusahaan mengklaim fasilitas ini kedepannya akan digratiskan untuk umum.

“Apapun narasinya, pemerintah daerah menilai bangunan ini menyalahi aturan tata ruang dan berpotensi merusak kelestarian lingkungan,” tandasnya. (ari)

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut