Lombok (ekbisntb.com) – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram terus menggencarkan patroli siber untuk menekan peredaran kosmetik berbahaya yang dipasarkan secara daring. Kepala BBPOM Mataram, Yosef Dwi Irwan, mengungkapkan bahwa maraknya penjualan kosmetik melalui media sosial dan e-commerce telah membuka celah baru bagi pelaku usaha “nakal” untuk mengedarkan produk kecantikan mengandung bahan kimia berbahaya.
“Banyak pelaku usaha memanfaatkan platform digital untuk menjual produk secara berlebihan, menjanjikan hasil instan, tapi kandungannya tidak jelas. Ini sedang kami pantau secara intensif,” ujar Yosef, Senin, 4 Agustus 2025.

BBPOM Mataram mencatat, pelaku kerap menyamarkan produk berbahaya dengan kemasan menarik dan promosi bombastis, seperti klaim “putih dalam semalam” atau “bebas jerawat seketika”. Parahnya lagi, beberapa produk tersebut bahkan mencatut nomor izin edar fiktif atau tetap ditambahkan bahan terlarang meskipun telah memiliki izin resmi dari BPOM.
“Modusnya, setelah izin edar resmi keluar, mereka diam-diam menambahkan bahan aktif seperti merkuri, hidrokinon, atau asam retinoat. Maka produk yang beredar bisa ada dua versi: yang aman dan yang mengandung bahan berbahaya,” jelas Yosef.
Hasil patroli siber BBPOM Mataram dikirimkan ke BPOM pusat dan diteruskan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Tim Digital (Komdigi) untuk dilakukan takedown terhadap konten promosi ilegal. Data tersebut juga digunakan sebagai acuan tim pengawas di lapangan dalam menelusuri keberadaan produk maupun pelakunya.
Menurut Yosef, keberhasilan pengawasan tidak bisa hanya bertumpu pada aparat. Diperlukan komitmen pelaku usaha dan partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan produk mencurigakan.
“Kami tidak bisa mengawasi 7×24 jam. Pilar pengawasan yang efektif adalah komitmen pelaku usaha dan kesadaran masyarakat,” tegasnya.
BBPOM Mataram juga secara berkala melakukan pengawasan post-market melalui pengambilan sampel produk di pasaran dan pengujian laboratorium. Namun, produk yang dijual secara daring kerap kali lolos dari pengawasan karena berpindah-pindah akun dan platform.
Lebih lanjut, Yosef mengingatkan bahwa memproduksi dan mengedarkan kosmetik tanpa izin edar merupakan pelanggaran serius. Pelaku bisa dijerat pidana maksimal 12 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Kami tidak segan menindak. Jika ditemukan unsur pidana, pelaku akan diproses hukum dan berhadapan langsung dengan aparat penegak hukum,” katanya.
Yosef pun mendorong masyarakat agar menjadi konsumen cerdas melalui gerakan Cek KLIK sebelum membeli produk kosmetik, yakni:
• Cek Kemasan: Pastikan tidak rusak atau bocor
• Cek Label: Periksa komposisi, nama produsen, dan tanggal kedaluwarsa
• Cek Izin Edar: Verifikasi nomor BPOM di https://cekbpom.pom.go.id
• Cek Kedaluwarsa: Hindari produk tanpa tanggal kedaluwarsa
“Jangan tergoda kemasan cantik atau hasil glowing instan. Justru itu bisa jadi red flag,” pungkas Yosef.
Selain BBPOM Mataram, seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM di Indonesia kini aktif melakukan post-market surveillance dan patroli digital sebagai upaya terkoordinasi untuk memberantas peredaran kosmetik ilegal yang membahayakan kesehatan masyarakat. (bul)