Sumbawa Besar (ekbisntb.com)-Pemkab Sumbawa, menyiapkan lahan seluas 20 hektare untuk mendukung rencana pembangunan fasilitas Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di wilayah Taman Nasional Moyo Satonda (TNMS).
“Ada beberapa opsi yang sedang dikaji salah satunya lahan milik Pertamina yang berada di bagian depan kawasan. Luasnya sekitar 20 hektare sebagai bentuk dukungan pemerintah,” kata Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, Kamis (3/7).

Haji Jarot berharap, koordinasi lintas sektor bisa dilakukan dengan baik agar pembangunan berjalan lancar. Apalagi fasilitas ini diperuntukan sebagai lokasi konservasi sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa diminimalisir.
“Semua pihak harus satu suara, jangan sampai nanti lahan sudah diberikan, tapi kita belum siap. Ini butuh keputusan dari tingkat atas dan kerja sama semua pihak,” ujarnya.
Kehadiran fasilitas pendukung dan kantor BKSDA diharapkan bisa menekan maraknya alih fungsi hutan untuk ladang jagung. Karena jika kondisi tersebut terus dibiarkan maka kerusakan alam akan semakin parah sehingga akan menimbulkan persoalan di kemudian hari.
“Saya ingin ke depan tidak boleh ada lagi yang menebang pohon sembarangan, kalau dibiarkan, dalam 10 tahun kedepan Sumbawa bisa menjadi daerah yang gersang,” ucapnya.
Haji Jarot melanjutkan, TNMS memiliki kekayaan biodiversitas yang tinggi, meliputi 10 jenis mamalia, 16 jenis reptil, 52 jenis burung, 233 jenis flora, 230 jenis ikan, dan 46 jenis terumbu karang. Kawasan ini juga menjadi habitat bagi spesies langka dan dilindungi seperti Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea occidentalis), Elang Flores (Nisaetus floris), Penyu Hijau (Chelonia mydas), dan Stromatolites.
“Kekayaan biodiversitas yang ada di TNMS harus kita jaga demi keberlanjutannya. Makanya kami berharap BKSDA bisa mengelola maksimal potensi tersebut,” tukasnya.
Sementara itu, kepala BKSDA NTB, Budi Kurniawan, menyebutkan bahwa TNMS menjadi salah satu kawasan konservasi strategis di NTB, selain Semongkat dan Pulau Panjang. “Kami mulai intensif mengelola kawasan ini sejak berakhirnya izin wisata alam Moyo Abadi pada 2022, dengan pendekatan berbasis spesies dan mata pencaharian masyarakat,” ucapnya.
Budi melanjutkan, TNMS mencakup total luas 31.200,15 hektare, terdiri dari Pulau Moyo seluas 28.600,15 hektare dan Pulau Satonda seluas 2.600 hektare. Kawasan ini akan dibagi dalam beberapa zonasi, yaitu zona inti, zona rimba, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan tradisional laut untuk nelayan, dan zona pemanfaatan wisata.
“Rehabilitasi ekosistem menjadi prioritas, mengingat kawasan hutan di sekitar Air Terjun Mata Jitu mulai terancam pembabatan sekitar 15 persen. Kami berharap pemerintah bisa mendukung pembangunan kantor dan pengelolaan yang memadai,” sebutnya.
Seraya menambahkan, “keberlanjutan sumber daya alam hayati dan ekosistem melalui pengembangan destinasi ekowisata bertaraf internasional yang menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya. (ils)