spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiSPN Minta UMP di NTB Tahun 2025 Tidak Boleh Dibawah Ketetapan Presiden...

SPN Minta UMP di NTB Tahun 2025 Tidak Boleh Dibawah Ketetapan Presiden Prabowo

Lombok (ekbisntb.com) – Presiden RI Prabowo Subianto telah menetapkan untuk kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Kenaikan ini diterima oleh serikat pekerja, termasuk di NTB.

Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) NTB, Lalu Wira Sakti mengatakan, kenaikan upah 6,5 persen termasuk luar biasa. Meskipun dirasa masih kurang dari harapan sebbesar 10-12 persen kenaikan UMP.

- Iklan -

“Jadi ini sudah menjadi acuan kawan-kawan ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota se- Indonesia untuk memperdebatkan tentang kenaikan upah wilayah masing-masing. Tetapi tidak boleh dibawah di angka itu (6,5),” katanya, Selasa, 3 Desember 2024.

Dengan besaran kenaikkan upah 6,5 persen tersebut, tak menutup kemungkinan pengusaha akan melakukan negosiasi dengan dewan pengupahan. Meski demikian, SPN NTB akan tetap mengawal agar UMP NTB tahun 2025 tidak dibawah 6,5 persen.

“Justru saya berharap kawan-kawan di dewan pengupahan memperdebatkan agar lebih dari 6,5 persen, kalau itu bisa. Kalau tidak, minimal di angka itu,” terangnya.

Sebagaimana diketahui serikat pekerja beberapa waktu lalu meminta untuk penetapan UMP naik sebesar 10-12 persen. Berkaitan dengan hal itu, sebenarnya kembali pada bagaiman kepiawaian perwakilan serikat pekerja yang duduk di dewan pengupahan untuk memperdebatkan tentang penetapan kenaikkan upah. Karena melihat pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kenaikkan, didukung inflasi yang juga naik.

“Sehingga dasar itu kita masih memungkinkan untuk menaikkan kenaikan upah itu sampai 10 persen. Tapi kembali lagi, ini jadi acuan kawan-kawan. Karena sekian tahun itu selalu kenaikan upahnya sangat kecil,” jelasnya.

Sementara itu, pada penetapan UMP sebelum-sebelumnya, menurutnya masih ada beberapa perusahaan tidak mengikuti aturan atau memberikan upah pekerja dibawah standar yang telah ditetapkan dewan pengupahan.

“Karena bagaimanapun perusahaan harus tumbuh dan berkembang. Tapi kepada perusahaan yang mampu, harusnya ketetapan upah djalankan. Kalau tidak, ya kita dorong karena memang ada sanksi pidana kalau Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,” jelasnya.

Pada undang-undang tersebut, tentang siapa yang memberikan upah dibawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini UMP/UMK, jika tidak sesuai maka ada sanksi pidana 1 tahun, minimal denda Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta dan sanksi penjara 4 tahun.

“Kalau kita jalankan itu, akan memberikan efek jera kepada mereka (pengusaha,red),” pungkasnya.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut