Mataram (ekbisntb.com) – Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTB memberikan apresiasi pada capaian penurunan stunting dan kemiskinan ekstrem di NTB. Namun hal tersebut masih perlu diupayakan akselerasinya dengan cara-cara yang luar biasa.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan BPKP Provinsi NTB, Mudzakir pada Talkshow Library Café dengan tema “Combined Assurance untuk akselerasi penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB’’, Jumat 31 Mei 2024. Hadir sebagai pembicara Moh.
Fazlurrahman, Koordinator Pengawasan Bidang Instansi Pemerintah Pusat BPKP NTB dan M. Yusrin, Inspektur Pembantu II pada Inspektorat Provinsi NTB.
Mudzakir, menegaskan, sebagai bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), BPKP turut mendorong akselerasi melalui peran pengawasan baik secara nasional maupun khusus untuk Provinsi NTB. Untuk itu, ujarnya, inovasi pengawasan seperti combined assurance perlu didorong implementasinya. Selain itu sebagai bentuk penguatan kapabilitas APIP, sharing knowledge melalui talkshow library cafe yang digelar di Perwakilan BPKP NTB sangat bermanfaat.
Dijelaskannya, untuk mencapai target SDGs pada tahun 2030 dan Indonesia Emas 2045, pemerintah berusaha untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan menjadikan bonus demografi yang dimiliki sebagai modal utama. Untuk itu beragam permasalahan yang mengancam tercapainya tujuan pembangunan tersebut perlu diantisipasi segera seperti kemiskinan ekstrem dan stunting.
Atas kedua hal tersebut, pemerintah telah mematok target 14% untuk angka prevalensi stunting di tahun 2024 dan 0% untuk kemiskinan ekstrem di tahun 2024. Sampai dengan tahun 2023, capaian prevalensi stunting di Provinsi NTB mencapai 24,6% masih di atas angka nasional 21,5% dan untuk kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB mencapai 2,64% masih di atas angka nasional 1,12%.
Meski ada hasil yang terus membaik setiap tahunnya, ujarnya, capaian angka kemiskinan ekstrem dan pravalensi stunting perlu diakselerasi. Untuk akselerasi capaian penurunan kemiskinan ekstrem dan prevalensi stunting di Provinsi NTB perlu kolaborasi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.
Sementara Inspektur Pembantu II pada Inspektorat Provinsi NTB M. Yusrin menegaskan APIP daerah, khususnya Inspektorat Provinsi NTB selalu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya termasuk bersinergi dengan BPKP. Upaya sinergi pengawasan selama ini telah dilakukan bersama dengan BPKP NTB.
Terkait pengawasan program penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB, tambahnya, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2023 tentang Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024.
Dalam ketentuan tersebut mendorong APIP daerah untuk melakukan pengawasan dalam tematik pembangunan nasional, termasuk di dalamnya mengenai pengawasan kemiskinan ekstrem dan stunting. Untuk itu Inspektorat Provinsi NTB siap berkolaborasi dengan Perwakilan BPKP NTB maupun dengan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan pengawasan atas tema tersebut.
Di sisi lain, Koordinator Pengawasan Bidang Instansi Pemerintah Pusat BPKP NTB Moh. Fazlurrahman menjelaskan mengenai combined assurance, mulai dari teori, konsepsi hingga teknis implementasi yang sedang dijalankan di Provinsi NTB. Selain itu dibahas mengenai irisan dari program penghapusan kemiskinan ekstrem dengan program penurunan stunting.
Intervensi terhadap program kemiskinan ekstrem berdampak pada penurunan stunting, karena salah satu faktor determinan stunting adalah kemiskinan. Diakuinya, beragam pemangku kepentingan telah diajak untuk berkolaborasi dalam pengawasan program penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB. Secara konseptual pengawasan kolaboratif ini mengintegrasikan 3 lini manajemen.
Pada dasarnya, tambahnya, combined assurance merupakan kolaborasi pengawasan dengan berbasis risiko. Para pemangku program kemiskinan ekstrem dan penurunan stunting di lini pertama, seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BKKBN, perangkat daerah lainnya sebagai pemilik program harus mengelola risiko program sejak dini dan dimonitor secara berkala mitigasinya.
Selanjutnya proses ini akan divalidasi oleh lini kedua melalui monev Tim Penurunan Prevalensi Stunting (TPPS) maupun Tim Koordinasi Pengendalian Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang diketuai oleh Wakil Kepala Daerah/Kepala Daerah dengan dimotori oleh Bappeda masing-masing Pemda. Selanjutnya di lini ketiga, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) akan melakukan pengawasan melalui kegiatan audit, reviu, evaluasi, monitoring dan pengawasan lainnya.
Ketiga lini manajemen ini diharapkan saling berkoordinasi dan berkolaborasi untuk duduk bersama mengenai pembagian peran satu dengan lainnya, sehingga tidak terjadi duplikasi pengawasan bertubi-tubi dan menghindari adanya area program yang tidak terawasi.
Pihaknya mendorong semua elemen bangsa untuk saling gotong royong atau kolaborasi, sehingga dalam akselerasi penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB kolaborasi dan sinergi menjadi sangat penting untuk dimulai dan dijalankan. ‘’Perbaikan demi perbaikan diperlukan agar program-program pembangunan pemerintah mampu bermanfaat bagi masyarakat banyak,’’ ujarnya. (ham)