NTB khususnya Lombok memiliki banyak produk khas yang dijadikan oleh-oleh saat wisatawan berkunjung ke objek wisata yang ada di daerah ini. Tidak hanya itu, pemerintah daerah juga ikut mempromosikan produk khas Lombok ini pada tamu yang berkunjung dari luar daerah.
Meski demikian, ungkap Sekda NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., banyak wisatawan yang kecewa ketika sudah membeli produk, seperti mutiara dan wastra, banyak yang tidak asli atau merupakan produk dari luar daerah atau luar negeri. Kekecewaan pembeli atau wisatawan ini disampaikan lewat pesan yang masuk ke nomor pribadinya.
“Jadi malu kita. Sudah banyak komplain baik pada cara penjualan sampai pada apa yang dijual, baik pada mutiara atau wastra,” ungkapnya saat memimpin rapat pelaksanaan “Ite Begawe Fest Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Bangga Berwisata di Indonesia dan Penggunaan Produk Dalam Negeri” di Pendopo Timur, Kamis 31 Oktober 2024.
Mantan Penjabat Gubernur NTB ini menyebut keberadaan Rumah Mutiara Indonesia (RMI) di dekat Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) lebih ditekankan sebagai tempat edukasi bagi wisatawan yang berkunjung ke NTB. Ketika wisatawan turun dari bandara bisa langsung menuju RMI untuk diedukasi terkait proses budidaya, penyuntikan hingga panen butir mutiara.
Nantinya, pengunjung yang masuk ke RMI ini bisa membedakan mana mutiara asli dan palsu yang dijual di pasaran, sehingga ketika mereka ingin membeli mutiara sudah teredukasi tidak salah dalam membeli. “Jadi Rumah Mutiara Indonesia bukan tempat jualan, tapi tempat edukasi, ada dioramanya. Jadi banyak yang terputus-putus polanya,” ungkapnya.
Begitu juga pada penjualan wastra Lombok, diakuinya, banyak yang komplain. Dicontohkannya, wisatawan datang ke beberapa objek wisata yang menjadi sentra wastra atau tenun yang merupakan buatan tangan (hand made) penenun setempat. “Apa yang terjadi? Ada Troso dan sebagainya yang dijual di sana,” tambahnya.
Terkait hal ini, Sekda menugaskan Kepala Dinas Perindustrian Hj. Nuryanti, SE., M.E., melakukan edukasi ke masyarakat untuk menjual produk asli suvenir khas NTB, seperti mutiara dan tenun ikat. Dalam melakukan edukasi ini, Dinas Perindustrian harus berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan juga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk lebih mengedepankan penjualan suvenir lokal NTB.
Khusus untuk Satpol PP tetap mengedepankan humanisme, sehingga saat turun ke lapangan bisa diterima oleh masyarakat dan pelaku penjual suvenir khas NTB.
Tidak hanya itu, harapnya, edukasi yang dilakukan ini diharapkan mampu memberikan dampak terutama terhadap pedagang suvenir. “Jangan sampai diuber-uber bus oleh pedagang asongan kita. Itu memalukan. Sudah banyak masuk WA-WA ke kami seperti itu,” ujarnya mengingatkan.
Menurutnya harus ada solusi dalam mengatasi masalah ini, sehingga hal seperti itu kembali terulang. Pembinaan dan pemberian pinjaman modal harus dilakukan, demi kemajuan pariwisata NTB di masa mendatang.
Kepala Dinas Perindustrian Hj Nuryanti siap menindaklanjuti apa yang menjadi arahan Sekda dan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah dan organisasi pariwisata lainnya. (ham)