Lombok (ekbisntb.com) – Angka kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di NTB belum banyak terlihat adanya penambahan. Angka yang tercatat di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB sebanyak 203 kasus di akhir Januari 2025.
Kabid Kesehatan Hewan Disnakeswan NTB drh Muslih mengatakan, dari 10 kabupaten Kota di NTB, hanya Kabupaten Sumbawa, Bima dan Kota Bima yang tak tercatat memiliki kasus PMK. Sementara daerah lainnya seperti Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, KSB dan Dompu terdapat kasus PMK.
Dari tujuh daerah di NTB yang memiliki kasus PMK, Kabupaten Lombok Barat yang paling banyak yaitu 101 kasus dan Lombok Timur 50 kasus. Kabar baiknya yaitu dari 203 kasus PMK di NTB, sebagian besar atau 113 ekor dinyatakan sudah sembuh.
Muslih mengatakan, di tengah kasus PMK yang masih merebak, pihaknya terus melakukan kegiatan vaksinasi di lapangan. Tujuannya agar sapi yang belum tertular bisa terhindar serta untuk meningkatkan kekebalan hewan ternak terhadap virus tersebut.
“Vaksin terus berjalan Kita habiskan 281 ribu dosis selama Januari ini,” kata Muslih kepada Ekbis NTB, Jumat 31 Januari 2025.
Ia mengatakan, merebaknya kembali PMK di NTB salah satunya karena banyak hewan ternak yang tak lagi memiliki kekebalan terhadap virus PMK. Terlebih pada saat merebaknya virus ini beberapa tahun lalu, banyak ternak sapi yang masih kecil tak diberikan vaksin, sehingga setelah besar, hewan tersebut tak memiliki kekebalan.
Kepala Disnakeswan NTB Muhammad Riadi sebelumnya mengatakan, pihaknya kini tetap intens berkoordinasi dengan Balai Karantina, terlebih Kementerian Pertanian (Kementan) RI telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor – B-03/PK.320/M/01/2025 tentang Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS).
Surat Edaran tersebut untuk mengantisipasi penyebaran lebih luas dan puncak kejadian PMK sesuai prediksi pada bulan Januari sampai dengan Maret 2025. Kemudiasn meningkatkan pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan dan media pembawa penyakit hewan untuk mencegah penyebaran PMK dan PHMS lainnya, mengacu pada Permentan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengawasan Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya di Dalam Wilayah NKRI.
Jika dilakukan pengiriman ke luar daerah, Balai Karantina memeriksa setiap kelengkapan dokumen yang dimiliki peternak sebelum mereka memobilisasi hewan ternaknya menuju pelabuhan. Dokumen yang diperiksa adalah sertifikat veteriner beserta keterangan telah dilakukan vaksinasi PMK dari instansi terkait dari daerah asal ternak dan hasil uji laboratorium.
“Untuk keluar, ternaknya harus sudah vaksin PMK. Saya percaya teman-teman di Balai Karantina bekerja dengan baik untuk mengawal ini,” jelasnya.
Pemenuhan persyaratan tersebut juga diminta oleh daerah penerima. Adapun hewan ternak dari NTB, banyak dikirim ke Jawa Barat, Jakarta, Banten, Lampung hingga Kalimantan.
“Hewan ternak kita yang dikirim itu harus sudah divaksin, sebaliknya kalau hasil sampel darahnya ada yang terindikasi menunjukkan gejala PMK nggak boleh dikirim, ini kita perketat,” tegas Riadi.(ris)