Pulau Lombok, khususnya Lombok Timur (Lotim) merupakan salah satu penghasil utama tembakau di NTB. Musim kemarau sekarang ini menjadi salah satu musim yang ditunggu petani tembakau, khususnya di Lotim bagian selatan. Meski musim kemarau, jika tidak ada air yang dipergunakan mengairi tanaman tembakau, maka tidak akan ada hasilnya. Bagi petani tembakau di Lotim bagian selatan, ide kreatif menggunakan es balok merupakan cara cerdas bertahan di tengah musim kemarau.
KEMARAU yang melanda beberapa bulan terakhir ini membuat sejumlah wilayah di Kabupaten Lotim mengalami kekeringan. Kondisi ini berdampak besar pada petani. Utamanya petani tembakau yang memasuki musim tanam.
Lahan-lahan pertanian di wilayah Selatan Lotim, utamanya dengan Kecamatan Jerowaru ini terlihat kering, mengeras dan retak. Panas yang menyengat sepanjang hari membuat petani tak bisa tanam tembakau.
Kemarau yang membuat tanah mengering ini tak membuat petani patah semangat. Petani mencoba bertahan menghadapi kekeringan. Prinsip tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada air, es batu pun jadi. Penggunaan es batu ini terbilang menjadi salah satu inovasi petani. Jika tidak, tanaman tembakau tidak akan tumbuh seperti diharapkan.
Seperti terpantau di Desa Pene Kecamatan Jerowaru. Panas sepanjang hari bukan berarti membiarkan lahannya mengangga dan kering atau tidak menghasilkan. Menjadikan lahan yang kering dan jauh dari sumber mata air menghasilkan seperti halnya di Lotim bagian utara meningkatkan perekonomian harus dilakukan.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Jerowaru yang juga petani tembakau, Habibi menuturkan, musim tanam 2024 ini sama seperti musim tanam 2018 lalu. Menurutnya, musim tanam tembakau ini seperti siklus lima tahunan. Kemarau ini lebih cepat mengeringkan lahan. Biasanya, kemarau tahun sebelumnya, masih ada sisa air yang membasahi lahan pertanian usai panen padi. Namun, kemarau kali ini dinilai sangat parah. Selesai panen, tanah kering dan seperti tidak lagi bisa dipergunakan menanam tembakau.
Untuk itu, pengalaman lima tahun silam, menggunakan es batu kembali dilakukan petani. Petani tembakau di Dusun Sagik Mateng, Desa Pene dalam satu hektar lahan membutuhkan 50 balok es batu. Krisis air di Desa Pene ini diakui biasa terjadi sepanjang musim. Akan tetapi, tahun ini disebut cukup parah.
Pada musim tanam tahun sebelumnya masih ada sisa air hujan yang bisa digunakan petani. Kejadian tahun 2018 silam, tuturnya kembali terulang. “Tahun 2018 lalu kita di sini pernah pakai es batu, sekarang kembali terulang karena memang tidak ada air,” ungkapnya.
Diketahui, tanaman tembakau merupakan jenis tanaman yang tidak terlalu membutuhkan air. Sisa lahan yang masih basah di penghujung musim hujan masih bisa digunakan biasanya setiap tahunnya langsung menanam tembakau. Seperti siklus lima tahunan, tahun ini lahan sangat kering, sehingga terpaksa harus dibasahi dulu pakai es batu baru bisa petani menanam bibit tembakau.
Penggunaan es batu ini dilakukan petani di Desa Pene sejak tiga bulan terakhir. Petani membeli es balok di Dusun Tutuq Desa Jerowaru. “Langsung petani beli di pabriknya,” ujar Habibi.
Alasan lain menggunakan es batu balok ini karena dinilai lebih efisien. Petani bisa menghemat biaya dibandingkan dengan membeli air satu tangki, petani lebih memilih membeli es dan juga lebih efektif sebaran sasaran penggunaannya.
Meski demikian, petani masih tetap membeli air untuk menyiram tanaman tembakau yang sudah ditanam
Hal senada diakui Noviana. Diakuinya, pilihannya menggunakan es batu untuk membasahi tanah yang sudah dilubangi sebagai tempat tanam. Es batu berbentuk balok ini dibeli seharga Rp 15 ribu per balok.
Es terlebih dulu dipecah-pecah baru kemudian diletakkan di atas tanah yang akan ditanami tembakau. Setelah tanah basah, karena es yang mencair, baru kemudian dilakukan penanaman tembakau. Biasanya, siang harinya es batu ditaruh di lubang, kemudian sore hari dilanjutkan dengan menanam tembakau.
Karena kondisi lahan yang sangat kering, Noviana mengaku sudah dua kali melakukan penanaman dengan juga menggunakan es batu. Pada tanam pertama, tembakaunya mati kekeringan. Tanam keduanya ini diharapkan tidak mati lagi, karena ada perlakuan khusus lagi dengan memantau terus perkembangan tanaman. ‘’Tembakau tetap dijaga agar tidak layu, kering dan mati. Harus tetap kita sirami lagi menggunakan air yang kita beli,” imbuhnya.
Air masih tetap dibutuhkan saat dilakukan pemupukan dan penyiraman-penyiraman berkala guna menjaga kesegaran tanaman. Seperti penuturan Zaidun pada tanaman tembakaunya yang sudah berusia 2 minggu.
Embung dan waduk warga sebagian besar sudah mengering, sehingga terpaksa harus membeli air tangki. Biasanya, untuk satu hektar lahan dibutuhkan sekitar 30 tangki air. Satu tangki berukuran 5.000 liter.
Musim tanam tembakau tahun ini pun dianggap cukup berat bagi petani. Biaya produksi pastinya akan lebih mahal. Mulai dari penanaman dana yang dibutuhkan untuk beli es batu saja Rp 15 ribu dikali 50 balok, Rp750 ribu. Bibit Rp 150 dikali 12 ribu kebutuhan bibit per hektar, maka untuk bibit saja butuh Rp1,8 juta. Beli air untuk penyiangan Rp 150 ribu dikalikan 30 tangki, maka butuh Rp 4,5 juta dana air per hektar.
Belum terhitung kebutuhan biaya buruh mulai dari penanaman, perawatan hingga panen tiba. Saat ini upah buruh Rp 30 ribu per orang. Dalam satu hektar lahan, dibutuhkan tenaga buruh 15-20 orang, sehingga ketika dikalkulasikan semua kebutuhan biaya produksi bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Karenanya, harapan para petani tembakau di wilayah Lotim selatan ini harga jual tembakau harus memadai. Pada musim panen 2023 lalu, harga jualnya Rp 42,5 ribu per kilogram krosok. Hitungan petani, agar petani bisa untung maka arga tembakau sekarang minimal Rp 40 ribu perk ilogram krosok. Di bawah itu dipastikan petani merugi.
Mengingat besarnya biaya produksi mulai musim tanam ini, para petani tembakau ini berharap bisa dibantu oleh pemerintah. Setidaknya bantu mengurangi biaya produksi sehingga petani tidak terlalu besar mengeluarkan dana. Bantuan air untuk menyiram lahan sangat didambakan petani. Kondisi iklim ini membuat khawatir tumbuh kembang tanaman tembakau tidak baik. (rus)