Lombok (ekbisntb.com) – Komisi III DPRD Provinsi NTB mengapresiasi langkah cepat dan efektif Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal untuk melobi pemerintah pusat terkait dengan relaksasi ekspor konsentrat. Sehingga tidak butuh waktu lama, pemerintah pusat memberikan izin kelonggaran untuk ekspor konsentrat.

“Ya alhamdulillah, kami mengapresiasi Pak Gubernur yang sudah berupaya maksimal. Memang kami mendorong beliau mengkapitalisasi kekuatan jaringan dan lobi-lobi di pusat untuk NTB Makmur Mendunia,” ujar Sambirang.

Kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tersebut tentu akan sangat dirasakan manfaatnya untuk pemerintah daerah. Terutama untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah yang belakangan ini mengalami penurunan drastis.
“Jika benar izin ekspor barang mentah (material konsentrat AMNT) disetujui pusat, maka ada secercah harapan untuk rebound pertumbuhan ekonomi NTB tahun depan,” ujarnya.
Menurut dia, info tersebut menjadi kabar baik. Karena dinilai akan memberikan dampak yang sangat baik bagi daerah dan perekonomian NTB. Karena berkaitan pula dengan Dana Bagi Hasil (DBH) ke Pemprov NTB.
“Daerah bisa bernafas lega. Karena DBH-nya akan nambah atau setidak-tidaknya tidak turun. Tapi mungkin ada penyesuaian pendapatan di APBD Perubahan 2026,” kata Sambirang Ahmadi.
Diketahui sebelumnya bahwa penghentian ekspor konsentrat dari PT AMNT di Kabupaten Sumbawa Barat bisa berdampak serius terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB Tahun 2026.
Pemprov NTB terancam kehilangan DBH sebesar Rp 200 miliar. Baik DBH dari keuntungan bersih maupun DBH sumber daya alam dari royalti maupun izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Hampir setiap tahun APBD NTB selalu terdongkrak dari perolehan DBH. Pada tahun anggaran 2024, misalnya, DBH yang mengucur ke NTB mencapai Rp383 miliar. Itu berasal dari DBH keuntungan bersih.
Pada APBD 2025, perolehan DBH turun menjadi Rp290 miliar. Perolehannya sangat tergantung pada volume produksi konsentrat yang bisa dijual ke luar negeri. Rumusnya, dari hasil keuntungan ekspor, 10 persen masuk ke negara. Dimana 6 persen diantaranya mengucur ke provinsi.
“Jadi semakin besar keuntungan perusahaan, maka keuntungan bersih semakin besar dana bagi hasil yang diperoleh daerah. Makanya kami di legislatif ikut mendorong ke pemerintah pusat agar memberikan relaksasi ekspor,” ungkapnya. (ndi)