Mataram (Ekbis NTB) – Pegiat kopi mengaggap saat ini mengalami sejarah buruk dunia perkopian. Tidak saja terjadi di daerah, di dalam negeri, pun hal yang sama terjadi di dunia.
Harga kopi saat ini di level tertinggi, sudah tembus diangka Rp80-an ribu perkilo green bean kopi robusta. Harganya sudah naik seratus persen dari harga normal yang sebelumnya di kisaran Rp30-an ribu perkilo.
“Ini sejarah dunia harga termahal kopi robusta,” kata Ketua Asosiasi Kopi NTB, Dodi Wibowo, Minggu 21 April 2024.
Berdasarkan infomasi yang diterimanya dari para petani kopi di NTB, sudah sejak tahun 2022, atau sudah dua tahun terakhir produksi kopi memburuk. Terjadi gagal panen. Dipengaruhi karena cuaca ekstrem. Terutama saat kopi berbunga, terjadi hujan, tiba-tiba terjasi panas ekstrem, kemudian hujan lagi. Kondisi cuaca seperti ini menurutnya sangat tidak baik bagi produksi kopi.
“Bahkan ada beberapa kebun kopi yang tidak ada panen sama sekali, persoalannya hampir sama. Mau di Lombok, Sumbawa, di Indonesia bahkan dunia juga sedang sama,” terangnya.
Dody sendiri membangun kemitraan dengan seratusan petani kopi di Pulau Lombok, lebih dari seribu hektar lahan kopi mitranya. Saat kondisi normal, berapapun yang diminta pasar, ia bisa penuhi dari pasokan petani mitranya.
Ia memasok kopi ke kopi-kopi shop yang ada di Pulau Lombok, maupun Sumbawa. Termasuk ke hotel-hotel dan restoran. Belakangan, ia menutup beberapa kopi shop, dan menghentikan sementara pasokan kopi ke hotel dan restoran. Alasannya, tidak ada kopi dari petani. Kalaupun di mitranya, harganya sudah sangat tinggi, diatas Rp70an ribu.
“Kalaupun kita bisa memasokkan ke hotel dan restoran, harganya sangat tinggi. Tidak masuk di standar mereka. Makanya untuk sementara stop pasok dulu. Sudah beberapa minggu ini beberapa kopi shop juga tutup,” imbuhnya.
Kendati harga tinggi, Dody mengatakan, harganya tidak dinikmati petani. Karena kebanyakan, setelah panen, kopinya dijual ke pengepul-pengepul yang sudah menjadi mitranya. Hanya sedikit diantara petani yang menyimpan stok.
“Bener itu, yang mendapat harga tinggi sekarang pengepul-pengepul besar yang ada di Pulau Jawa, Jakarta, Bali. Karena selama ini kopi produksi lokal NTB kita dikirimnya ke pengepul besar di Surabaya, Semarang, Jakarta, Bali,” katanya.
Kopi-kopi di petani saat panen dijualnya dengan harga normal, saat itu harga belum naik separah ini. Tidak ada yang menyangka akan terjadi situasi seperti sekarang. Sehingga, mereka yang punya stok kopi, merekalah yang tengah mendapat durian runtuh.
Persoalan kopi saat ini menurut Dody, tidak bisa ditangani dalam waktu singkat. Karena stok kopi dunia juga sangat kurang. Ditengah kopi dunia sedang naik daun. Hal ini menurutnya patut dijadikan pejaran, terutama petani kopi di NTB, dan pemerintah terkait.
Bagaimana pentingnya dilakukan peremajaan kopi, dilakukan perawatan agar produktivitas dapat ditingkatkan. Sehingga , petani tidak melepas begitu saja budidaya kopinya kepada alam. Mengikuti perubahan iklim.
“Karakter pertanian kopi kita kan dilepas begitu saja mengikuti alam. Minim perawatan, pemupukan, apalagi peremajaan,” demikian Dody.(bul)