PT Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) menegaskan pasokan elpiji bersubsidi 3 kilogram (kg) di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat, dalam kondisi aman dan mencukupi. Isu kelangkaan yang beredar pasca perayaan Idul Adha pada 6 Juni 2025 dipastikan tidak berasal dari sisi distribusi resmi Pertamina.
Pernyataan ini disampaikan oleh Area Manager Communication, Relations, and CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rahedi, yang menjelaskan bahwa kelangkaan kemungkinan besar terjadi di tingkat pengecer, bukan di pangkalan resmi.

“Distribusi resmi elpiji 3 kg bersubsidi hanya sampai ke pangkalan yang ditandai dengan papan nama. Kami memiliki sistem digital early warning untuk memantau stok di setiap pangkalan. Jika stok menipis, sistem akan memberikan peringatan,” jelas Ahad.
Menurut Ahad, lonjakan permintaan elpiji 3 kg terjadi sepekan setelah Idul Adha, dipicu oleh meningkatnya aktivitas memasak masyarakat, termasuk banyaknya acara hajatan dan kedatangan wisatawan selama libur panjang. Kondisi ini diperparah oleh fenomena panic buying yang membuat barang lebih cepat habis di pangkalan dibandingkan hari biasa.
“Kondisi pembelian elpiji 3 kg saat momen Idul Adha dan libur panjang memang meningkat tajam, bahkan di atas kebutuhan normal rumah tangga,” terangnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan tersebut, Pertamina telah menyalurkan penyaluran fakultatif—yakni penambahan distribusi di luar kuota harian—hingga 98% dari rata-rata harian, dengan total lebih dari 20 ribu tabung elpijj 3 Kg. Tambahan ini dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah dan sesuai estimasi kebutuhan wilayah.
Pertamina menjelaskan bahwa sesuai aturan, pangkalan hanya diperbolehkan menjual maksimal 10% dari stok kepada pengecer, sementara 90% dialokasikan untuk konsumen langsung seperti rumah tangga dan usaha mikro.
“Pangkalan lebih mendahulukan pembeli langsung. Kami tidak bisa memantau aktivitas pengecer yang bukan bagian dari distribusi resmi,” ujar Ahad.
Ia menegaskan bahwa sebagian besar keluhan masyarakat mengenai kelangkaan gas melon berasal dari pengecer, bukan dari pangkalan resmi yang selama ini masih memiliki stok.
“Bisa saja ada pengecer yang menyatakan stok kosong, padahal pangkalan tempat ia mengambil gas masih punya stok. Ini bisa memicu kesan kelangkaan di masyarakat,” tambahnya.
Pertamina juga menyiapkan skema extra dropping untuk menjaga stabilitas distribusi di wilayah terdampak. Selain itu, pihaknya terus mengimbau agar masyarakat menggunakan elpiji 3 Kg sesuai peruntukan, karena masih ditemukan konsumsi tidak tepat sasaran oleh pelaku usaha besar seperti hotel, restoran dan peternakan.
“Kami mohon kerja sama semua pihak untuk mengedukasi masyarakat bahwa elpiji 3 Kg adalah barang bersubsidi yang hanya diperuntukkan bagi rumah tangga tidak mampu dan usaha mikro,” kata Ahad.
Pertamina juga mengklarifikasi tugas utamanya hanya sampai ke pangkalan, bukan pengecer. Rantai distribusi resmi elpiji 3 kg mencakup pengisian di SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji), kemudian ke agen, lalu ke pangkalan sebagai titik distribusi terakhir yang diawasi langsung oleh Pertamina.
“Kami pastikan stok aman hingga di pangkalan. Penyaluran hingga ke pengecer di luar pengawasan kami,” pungkasnya.
Pertamina akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi berjalan lancar dan elpiji bersubsidi 3 Kg tersalurkan secara tepat sasaran.(bul)