Bima (ekbisntb.com) – Pemerintah Kota Bima di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menggelar Festival Rimpu dengan melibatkan sebanyak 70 ribu orang untuk menghadiri ajang bertajuk The Jewel of Bima pada 24-26 April 2025 mendatang.
“Tahun ini Festival Rimpu hadir lebih megah dengan melibatkan lebih dari 70 ribu peserta dari berbagai lapisan masyarakat dan lintas wilayah, menjadikannya salah satu perayaan budaya terbesar di Indonesia Timur,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima Muhammad Natsir dalam keterangan di Mataram, Senin.

Natsir mengatakan Festival Rimpu tidak hanya menonjolkan estetika, tetapi juga memperkuat identitas lokal Bima melalui pelestarian budaya. Rimpu merupakan jilbab khas perempuan Bima yang sarat makna dan nilai-nilai sosial.
Bagi masyarakat Bima, rimpu adalah simbol ekspresi perempuan yang responsif, mandiri, dan bermartabat. Melalui festival itu, pemerintah daerah setempat ingin menunjukkan bahwa budaya bukan hanya masa lalu, tapi juga masa depan yang harus menjadi gaya hidup.
Natsir menegaskan dalam tampilan seni dan budaya diwajibkan semua peserta memakai bahan berbalut rimpu dan tembe nggoli (tenun khas Bima).
“Semua itu dilakukan untuk mendongkrak Kota Bima sebagai kota berorientasi budaya dalam membangun pariwisata. Untuk daerah (peguyubannya) lain disyaratkan untuk memakai rimpu, nggoli. Namun, juga harus menunjukkan kekuatan identitas mereka sendiri,” kata Natsir.
Festival Rimpu melibatkan semua elemen masyarakat mulai dari instansi pemerintahan, pelajar, mahasiswa, pemuda, BUMN, TNI-Polri, komunitas, organisasi kemasyarakatan, hingga berbagai paguyuban.
Perwakilan dari Kabupaten Bima, Dompu, Manggarai hingga Sumba di Nusa Tenggara Barat juga dipastikan turut berpartisipasi menjadikan festival itu sebagai wadah kolaborasi budaya lintas daerah.
Salah satu kegiatan dalam festival tersebut adalah parade massal para perempuan yang mengenakan rimpu dengan motif dan warna khas tenun Bima. Mereka memadati jalan-jalan utama di kota tersebut.
Festival Rimpu juga diramaikan dengan berbagai kegiatan seni budaya, pertunjukan fesyen berbahan tenun lokal, pertunjukan musik tradisional hingga bazar UMKM turut digelar dengan konsep yang kental kearifan lokal.
“Festival itu membuka ruang bagi pelaku UMKM untuk naik kelas. Semangat kami adalah menghadirkan pertumbuhan ekonomi berbasis budaya yang inklusif,” pungkas Natsir. (ant)