Selong (Ekbis NTB) – Dalam setiap momentum bulan suci Ramadhan, masyarakat Sasak di Lombok Timur (Lotim) selalu meriah dalam memperingati Nuzulul Qur’an. Salah satu tradisi yang selalu dilakukan adalah ritual Maleman, yang menjadi simbol turunnya Al Qur’an pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, perayaan tahun ini menyiratkan perubahan signifikan dalam ritual tersebut.
Menurut penuturan budayawan lokal, Muhir, ritual Maleman biasanya diwarnai dengan penggunaan dile jojor. Yakni sebuah alat penerangan tradisional yang terbuat dari buah jarak dan dinyalakan dengan cara dibakar pada malam-malam ganjil, seperti malam ke-21, 23, 25, dan 27 bulan Ramadhan. Namun, dalam era modern ini, tradisi tersebut mengalami pergeseran. Dile jojor yang dulunya menjadi simbol penerangan, kini digantikan oleh lampu hias yang dipasang di setiap sudut jalan.
Makna filosofi dari menyalakan dile jojor itu sebagai penerangan, seperti makna Al-Qur’an yang diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Menurut Muhir, ritual menyalakan lampu atau dile Jojor itu penting dalam konteks kehidupan masyarakat Sasak.
Meski terjadi perubahan dalam bentuk penerangan yang digunakan, namun esensi dari ritual Maleman tetap terjaga. Masyarakat Lotim masih dengan penuh semangat memperingati Nuzulul Qur’an, meskipun kini menggunakan lampu hias atau lampu minyak dari botol bekas sebagai pengganti dile jojor.
Ritual ini tidak hanya sekedar tradisi keagamaan, tetapi juga mencerminkan prinsip hidup masyarakat Sasak yang dikenal dengan panca arif, yang meliputi hubungan manusia dengan manusia, alam, semesta, dan Tuhan. Meskipun dalam bentuk yang berbeda, prinsip-prinsip tersebut tetap dijunjung tinggi dalam perayaan ini.
Dalam kesempatan ini, kepala desa setempat, Jamaluddin, menegaskan bahwa peringatan Nuzulul Qur’an tidak memerlukan anggaran khusus dari pemerintah desa atau kabupaten, karena dilaksanakan secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya rasa kebersamaan dan kecintaan masyarakat Lotim terhadap tradisi dan agama mereka.
Meski telah terjadi perubahan dalam ritual Maleman, namun semangat untuk memperingati turunnya Al Qur’an dan menyambut bulan suci Ramadhan tetap menggelora di kalangan masyarakat Sasak. Tradisi ini menjadi bukti kekayaan budaya dan kearifan lokal yang tetap dijaga dan dilestarikan dalam menghadapi perkembangan zaman. (rus)