BADAN Pusat Statistik (BPS) NTB memastikan ketersediaan stok pangan di daerah ini masih aman meski tengah menghadapi musim kemarau yang panjang. Bahkan cuaca ekstrem.
“Memang saat ini kondisi cuaca ekstrem, musim kemarau panjang, namun hasil panen di beberapa daerah masih ada. Kondisi ini tidak terlalu berdampak signifikan terhadap stok pangan kita,” ungkap Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin, M.M., pada Ekbis NTB pekan kemarin.
Berdasarkan data yang disampaikan Bulog sebelumnya, tambahnya, stok pangan NTB saat ini masih mencukupi hingga delapan bulan ke depan. “Artinya, kita masih memiliki waktu yang cukup untuk melakukan serapan juga,” imbuhnya.
Kendati demikian, Wahyudin mengakui bahwa proses serapan saat ini sedikit terkendala oleh harga padi dan gabah yang sedang tinggi. “Harga yang tinggi ini membuat proses serapan menjadi agak sulit dilakukan secara maksimal memang,” ujarnya.
Meski demikian, Wahyudin menekankan masyarakat tidak perlu khawatir akan terjadinya kekurangan pangan. “Walaupun cuaca ekstrem, kita masih aman karena stok pangan kita masih tersedia,” ujarnya meyakinkan.
Namun, Wahyudin juga mengingatkan pentingnya menjaga agar harga beras tidak terus merangkak naik. “Berdasarkan rilis bulan lalu, ada indikasi kenaikan harga beras. Meskipun belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap inflasi secara keseluruhan, namun kenaikan harga beras ini tetap perlu diwaspadai,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan harga beras yang lebih tinggi, BPS NTB akan terus memantau perkembangan harga pangan. “Kita akan lihat apakah kenaikan harga beras ini akan terus berlanjut dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap inflasi,” katanya.
Sebagai gambaran, produksi padi di Provinsi NTB sepanjang Januari hingga Desember 2023 mencapai sekitar 1,54 juta ton GKG, atau mengalami kenaikan sebanyak 85,59 ribu ton GKG (5,89 persen) dibandingkan 2022 yang sebesar 1,45 juta ton GKG.
Peningkatan produksi padi yang cukup besar pada 2023 terjadi di beberapa wilayah potensi penghasil padi seperti Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Dompu. Hanya Kota Mataram yang mengalami penurunan produksi. Tiga kabupaten/kota dengan total produksi padi (GKG) tertinggi pada 2023 adalah Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Lombok Timur. Sementara itu, tiga kabupaten/kota dengan produksi padi terendah yaitu Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.
Berdasarkan potensi produksi padi pada awal tahun 2024, beberapa kabupaten/kota dengan potensi produksi padi (GKG) tertinggi pada Januari hingga April 2024 adalah Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa. Sementara itu, tiga kabupaten/kota dengan potensi produksi padi terendah pada periode yang sama yaitu Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.(bul)