Lombok (ekbisntb.com) – Pemerintah Provinsi NTB berencana membangun institusi Juliana. Pembangunan ini menyusul Jatuhnya Warga Negara Asing (WNA) asal Brasil, Juliana Marins (27) di kawasan Cemara Nunggal menuju Puncak Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025 lalu.
Plh Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Mohammad Faozal menyampaikan Institusi Juliana adalah sebuah lembaga yang akan fokus pada peningkatan keselamatan dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di kawasan wisata alam Gunung Rinjani.

“Dia menawarkan apa yang dilihat soal safety dan peralatan, minimnya alat keselamatan di pendakian. Ini yang akan kita bahas dengan taman nasional, tali aja tidak ada, penunjuk arah aja tidak ada,” ujarnya, Senin, 30 Juni 2025.
Ia mengatakan, lembaga-lembaga terkait seperti TNGR, Basarnas bisa berkoordinasi lebih lanjut terkait rencana tersebut dengan Duta Besar Brasil. Rencana ini dinilai bukan asal-asalan atau tanpa alasan melainkan pembentukan lembaga ini sudah dipertimbangan.
“Ini tidak asal-asalan tapi memang sudah dipertimbangkan untuk membentuk Juliana institute,” tegasnya.
Pembentukan Institusi Juliana dikatakan permintaan khusus dari orang tua Juliana, bertujuan agar hal yang sama tidak terjadi kepada pendaki-pendaki lain. Komitmen ini sudah disampaikan secara langsung dengan nama Juliana Institut.
“Ini kan mereka yang minta menjadi momentum dari Juliana itu bagi keluarganya,” ungkapnya.
Institusi Juliana dirancang untuk memberikan pelatihan kepada pemandu wisata, tim SAR, serta pelaku wisata alam lainnya, dengan mengedepankan penggunaan peralatan keselamatan standar internasional dan protokol penyelamatan darurat.
Saat ini, Pemprov NTB tengah meminta Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) untuk menyusun proposal pembangunan Institusi Juliana untuk segera dikirim ke Duta Besar Brasil.
“Yang paling penting kita akan membahas satu proposal resmi ke Dubes Brazil untuk tindak lanjut dari diskusi kita soal Juliana Institut yang akan banyak membantu soal safety dan peningkatan SDM terutama Rescue di Rinjani. Terakhir pertemuan hari ini menjadi flashback bagimana pengelolaan rinjani ke depan,” jelasnya.
Selain pembahasan soal institusi Juliana, rapat evaluasi juga mencatat sembilan isu penting lain yang harus segera dibenahi, antara lain penyusunan ulang SOP pendakian, pengelolaan sampah, sistem asuransi, regulasi e-Rinjani, pembatasan kuota, serta lisensi dan sertifikasi untuk tour organizer dan pemandu wisata. Salah satu temuan penting adalah, dari sekitar 600 pelaku wisata di Rinjani, hanya separuh yang memiliki sertifikat resmi.
“SOP ini penting untuk kita pastikan apakah sudah berkesesuaian atau belum dengan orang yang ke rinjani. Usulan tadi bagus, misalnya orang yang ke Rinjani adalah orang yang punya kualifikasi khusus. Kalau yang pemula jangan naik ke Rinjani dulu, sangat beresiko. Mungkin taman nasional harus selektif memberikan orang yang memang punya kualifikasi khusus,“ pungkasnya. (era)