MASYARAKAT Lombok Barat (Lobar) diminta tidak menerima bantuan yang bukan haknya atau tidak berhak menerima. Warga diingatkan soal dampak bantuan jika tetap diterima baik dari sisi hukum pemerintah maupun agama yang tidak membolehkan.
Kepala Disos H. L. Winengan mengatakan Pemkab Lobar dalam hal ini Dinas Sosial tak tinggal diam terhadap persoalan adanya warga miskin yang dicoret dari data atau tidak mendapatkan bantuan sosial baik BPJS, JKN PBI maupun pangan beras yang beberapa waktu terakhir menyita perhatian lantaran penolakan dari desa.

Pihak Disos akan melibatkan desa untuk verifikasi dan validasi warga. “Ini kan kami sedang melakukan verifikasi dan validasi data, menang khusus beras ini yang menerima 91 ribu KK, sekarang hanya 70 ribu KK lebih, ada 21 ribu KK yang berkurang,” kata Winengan, Senin 28 Juli 2025.
Dikatakan, acuan data saat ini adalah DTSN. Data inipun sedang dalam proses verivali ulang untuk memastikan warga yang benar-benar berhak itu mendapatkan bantuan. Jangan sampai kejadian-kejadian yang sebelumnya terjadi, dimana penerima bantuan ini masuk kategori mampu. “Masak yang dapat bantuan beras punya motor PCX, atau NMax, karena itu kami diminta pak bupati untuk verivali ulang,” tegasnya. Termasuk 39 ribu jiwa yang dinonaktifkan PBI JKN nya, juga diverivali ulang.
Dalam hal validasi ulang ini, Pihaknya melibatkan desa agar tidak ada warga berhak yang tertinggal atau dicoret dari data penerima bantuan. Sebab pihaknya ingin mengimplementasikan program Bupati dan Wabup, sejahtera dan berkeadilan. “Berkeadilan ini kami harus lihat, kalau ada desa komplain, menolak bantuan. Mari kita validasi ulang bersama-sama, mana masyarakat nya yang betul-betul tidak mampu akan kami usulkan, kami akan perjuangkan mendapatkan hanya,” tegas Winengan.
Pihaknya akan memvalidasi sekitar 96 ribu KK, sehingga membutuhkan waktu. Yang jelas, Pemkab Lobar, tegasnya tidak mungkin zalim pada warganya, sebab data penerima bantuan yang turun sendiri dari pusat, bukan dari daerah.
Beberapa faktor kenapa penerima bantuan berkurang atau dihapus? Sebab warga kemungkinan sudah mampu. Sebab, kata dia, berdosa kalau warga mampu menerima bantuan atau warga menerima yang bukan haknya. “Kalau bukan haknya, misal sudah mampu terus ngotot mau dapat bantuan. Kan ini bukan haknya. Apa yang didapatkan tidak berkah, bahkan haram,” katanya.
Kalau masuk desil 5-7 tergolong mampu, maka akan dihapus tidak boleh menerima bantuan. “Supaya apa yang dikonsumsi oleh mereka dan anak-anaknya halal, berkah. Kalau Allah berikan keberkahan, maka Allah ridho. Tapi kalau makan yang tidak berhak menerima lalu maksa menerima bantuan, itu berdosa kita,” kata dia.
Terkait tolok ukur, penilaian penilaian bantuan itu masuk Desil 1-5. Misalnya, kategori miskin itu memiliki penghasilan kurang dari Rp12 ribu per hari atau Rp360 ribu per bulan. Tidak mampu menghidupi keluarga. Dari sisi rumah, berlantai tanah. Kalau rumahnya layak, namun penghasilan kurang dari 12 ribu per hari, maka itu menjadi tolok ukur. “Itu masuk kriteria mendapatkan bantuan,” imbuhnya. (her)