Lombok (ekbisntb.com) – Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (BI NTB) kembali melaksanakan Ekspedisi Rupiah Berdaulat (ERB) 2025, sebuah misi distribusi dan edukasi uang rupiah ke daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Tahun ini, sebanyak Rp8,085 miliar uang tunai dibawa dan dilepas secara resmi oleh Kepala Perwakilan BI NTB, Berry A. Harahap, dari Pelabuhan Gili Mas, Lembar, Lombok Barat.
Ekspedisi ini menyasar lima pulau terluar di NTB, yakni Pulau Moyo, Bajo Pulo, Desa Pusu, Pulau Medang, dan Pulau Maringkik. Distribusi uang rupiah dilakukan bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut menggunakan kapal KRI Tongkol. Rangkaian kegiatan berlangsung sejak 29 Juli hingga 4 Agustus 2025.
“Ekspedisi ini membawa lebih dari Rp8 miliar tahun ini, tepatnya Rp8,085 miliar. Jumlah ini naik sekitar 6 persen dibandingkan tahun lalu,” kata Deputy Kepala Kantor Perwakilan BI NTB, Ignatius Adhi Nugroho.

Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari ekspedisi ini bukan sekadar mendistribusikan uang, tetapi memastikan kualitas dan kecukupan uang layak edar di daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki akses langsung ke layanan perbankan.
“Ini bukan kegiatan bagi-bagi uang. Tujuan utamanya adalah menukarkan uang lusuh dengan uang baru, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ini penting agar transaksi ekonomi di pulau-pulau tersebut tetap efisien dan aman,” jelasnya.
Selain penukaran uang, BI NTB juga menggelar edukasi kepada masyarakat mengenai CBP (Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah), agar masyarakat memahami pentingnya menjaga dan menggunakan uang rupiah secara bijak.
Ditambahkannya, meski saat ini transaksi digital seperti QRIS terus digencarkan, Ignatius menegaskan bahwa uang tunai masih menjadi kebutuhan utama, terutama di wilayah-wilayah 3T yang belum memiliki infrastruktur digital memadai.
“Uang tunai tetap dibutuhkan, terutama di daerah yang tidak memiliki akses perbankan dan jaringan internet yang memadai. Di daerah terluar seperti ini, transaksi non-tunai belum bisa sepenuhnya diterapkan,” ungkapnya.
Dari evaluasi ekspedisi tahun-tahun sebelumnya, BI mencatat bahwa uang yang beredar di wilayah terluar cenderung cepat rusak dan lusuh. Hal ini disebabkan karena masyarakat harus menyeberang pulau untuk mendapatkan uang layak edar, sementara kantor layanan bank tidak tersedia di wilayah mereka.
“Masyarakat kesulitan mendapatkan uang baru. Maka kegiatan ini sangat penting agar mereka tetap mendapatkan uang yang layak edar dan transaksi ekonomi berjalan lancar,” tambahnya.
Dengan tersedianya uang tunai yang sesuai pecahan dan dalam kondisi layak edar, BI berharap transaksi masyarakat menjadi lebih efisien dan tidak terkendala. Meski bukan bantuan langsung yang memberi efek kesejahteraan instan, Igtnathius menekankan bahwa peredaran uang yang baik turut mendukung stabilitas ekonomi lokal.
“Jangan bayangkan kegiatan ini langsung membuat masyarakat makmur, tapi yang pasti, transaksi jadi lebih efisien dan aman. Itu yang kita jaga,” tegasnya.(bul)