Badan Pangan Nasional (Bapanas) menerbitkan harga acuan baru untuk pembelian jagung di tingkat petani. Harga Acuan Pembelian (HAP) di tingkat petani, sebagaimana ditetapkan oleh Kepala Bapanas RI, Arief Prasetyo Adi pada tanggal 25 April 2024.
Jagung pipilan kering tingkat produsen dengan kadar air 15 %, dari Rp4.200/Kg naik menjadi Rp5.000/Kg. Kadar air 20 %, dari Rp3.970/Kg naik menjadi Rp4.725/Kg. Kadar air 25 % dari harga Rp3.750/Kg, naik menjadi Rp4.450/Kg.
Kadar air 30% dari Rp3.540/Kg, naik menjadi Rp4.200/Kg. sementara jagung pipilan kering ditingkat konsumen/peternak dengan kadar air 15%, dari sebelumnya Rp5.000/Kg, naik menjadi Rp5.800/Kg.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB, H. Abdul Azis, S.H., M.H., di Mataram, Jumat (26/4/2024) menyampaikan, sebelumnya, Pemprov NTB pada tanggal 22 April 2024 ditandatangani Pj. Gubernur NTB, Drs. H. Lalu. Gita Ariadi, M. Si., mengajukan permohonan resmi ke Bapanas agar dibijaksanai untuk penyesuaian harga pembelian pemerintah terhadap komoditi jagung.
Dasar dari surat kepala daerah ini adalah perjalanan Safari Syawal Pj. Gubernur NTB beserta tim rumpun hijau dalam koordinasi asisten perekonomian dan pembangunan di Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima.
Dalam rangkaian acara ini diakhiri dengan adanya aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi dari petani jagung kepala daerah karena anjloknya harga jagung Rp3.800/Kg. Massa aksi menuntut dan meminta kepada pemerintah daerah, baik kabupaten dan provinsi terkait stabilisasi harga jagung dengan mendesak akan hal-hal sebagai berikut.
Meminta BUMN dalam hal ini Bulog untuk melakukan penyerapan jagung petani dengan harga yang wajar. Memfasilitasi distribusi jagung dari daerah sentra jagung kepada off taker di daerah konsumen. Meninjau kembali Peraturan Badan Pangan Nasional nomor 5 tahun 2022 dapat disesuaikan dengan harga wajar yang diusulkan sebesar Rp5.000/Kg.
“Nah, Alhamdulillah, sekarang kan sudah terpenuhi permintaan penyesuaian harga pembelian jagung. Standar harga pembelian ini berlaku langsung setelah ditetapkan,” terang mantan Sekda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) ini.
Adanya acuan harga pembelian yang baru ini diharapkan menjadi kabar yang menggembirakan bagi para petani. Harga ini sudah dihitung melibatkan multistakeholders, sehingga diyakini tidak merugikan bagi pihak lain, dan menguntungkan bagi pihak lainnya.
“Ini sudah win-win solution. Penerapan pembelian dengan harga ini juga akan kita pantau terus di lapangan, bersama aparat dan yang terkait lainnya,” demikian Abdul Azis.
Diprediksi Harga Telur dan Daging Naik
Sementara Naiknya HAP jagung dari Rp4.200 menjadi Rp5.000 diprediksi akan berdampak pada kenaikan sejumlah komoditi pokok, seperti harga telur dan daging ayam. Bagaimana tidak, peternak unggas harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli pakan, karena bahan untuk membuat pakan, yakni jagung sudah naik.
Dari sisi perdagangan, Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi NTB Baiq Nelly Yuniarti, menginginkan agar HAP jagung tetap, karena pengaruhnya pada harga telur dan daging ayam di pasaran naik.
‘’Kalau pakan naik, maka otomatis harga telur, daging ayam naik. Dan dampaknya ke konsumen atau masyarakat. Inflasi terjadi lagi,’’ ungkapnya saat dikonfirmasi Ekbis NTB akhir pekan kemarin.
Diakuinya, HAP jagung Rp4.200 per kilogram sudah pas. Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan pihaknya, HAP itu sudah memberikan keuntungan bagi petani dengan rata-rata biaya produksi per hektar di angka Rp15 juta dan panen 6,5 ton untuk 3 bulan.
Menurutnya, petani akan memperoleh hasil penjualan sebesar Rp20 juta. Artinya, ada keuntungan yang diraih, meski belum terlalu besar. Namun, jika sudah menanam dua kali, maka petani pasti mengalami keuntungan dari sisi penjualan.
‘’Yang prihatin adalah yang menanam 1 kali. Dan itu di atas gunung, karena betul-betul curah hujan. Harus ada alternatif oleh petani, sehingga tidak tergantung pada satu komoditi,’’ jelasnya.
Menurutnya, dasar pengusulan naiknya HAP, karena ada persoalan yang dihadapi petani jagung di Bima dan Dompu. Sementara harga jagung sudah sesuai dengan harga pasar.
‘’Kalau kemarin kenapa ada yang menuntut HAP sebenarnya tidak semua. Karena HAP untuk Pulau Lombok dan Sumbawa tidak masalah. Dan di Bima itu sudah kita cek. Untuk yang lahan tanamnya di atas gunung, HAP sudah masuk. Jadi kemarin kami sudah hitung dengan DKP dan sebagainya itu masih masuk. Asal kondisinya dalam kondisi normal,’’ jelasnya.
Sementara permasalahan yang dihadapi petani muncul saat panen menjelang hari raya atau panen saat libur. Perusahaan yang menampung dan mengambil sudah libur semua, begitu juga dengan Bulog saat itu sudah tutup, sehingga mau tidak mau petani menjual ke tengkulak dan dibayar di bawah harga.
‘’Karena tengkulak juga harus proses, sewa truk untuk turun gunung dan menjemur. Karena mereka juga membeli dalam kondisi basah. Pasti harganya jatuh. Tapi kalau petani melakukan pengolahan sedikit pascapanen, harganya akan bagus. Makanya begitu masuk kemarin, Bulog menyerap semua, termasuk teman-teman pelaku industri jagung dan Bima, harga jagung tidak ada masalah,’’ terangnya.
Di Bima dan Dompu sudah banyak yang memiliki mesin-mesin pengering, sehingga setelah aktivitas kantor normal, jagung yang sebelumnya belum diserap di lapangan sudah terserap. (bul/ham)