Jakarta (ekbisntb.com) – Pengamat pasar uang yang juga Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra menyatakan nilai tukar (kurs) rupiah melemah seiring negosiasi terkait persoalan kebijakan tarif antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih belum berjalan.
“Rupiah kelihatannya masih mendapatkan tekanan dari dollar AS. Berita bahwa negosiasi antara AS dan China masih belum berjalan, padahal Presiden Trump mengatakan sebaliknya, bisa memicu kekhawatiran lagi di pasar keuangan,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Pada Kamis 24 April 2025, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa pembicaraan perdagangan antara AS dan China sedang berlangsung meski tidak menyatakan siapa yang berunding baik dari kedua belah pihak.
Namun, pemerintah China kembali membantah adanya negosiasi dengan AS soal penerapan tarif dagang yang ditetapkan oleh Trump.
Dalam konferensi pers, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun menyampaikan bahwa kedua negara terkait tidak melakukan konsultasi atau negosiasi apapun mengenai tarif, sehingga “AS harus berhenti menciptakan kebingungan”.
Bila AS ingin berunding maka dialog dan negosiasi, kata Guo Jiakun, maka harus didasarkan pada kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan.
“Pasar masih menunggu perkembangan negosiasi tarif AS yang sampai sekarang belum terlihat hasilnya, meskipun AS mulai menunjukkan sikap yang lebih lunak,” ujar Aris.
Berdasarkan faktor tersebut, kurs rupiah berpotensi melemah ke arah Rp16.880 per dolar AS dengan peluang support di Rp16.800 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin pagi di Jakarta melemah sebesar 7 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.837 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.830 per dolar AS. (ant)