Kasus pengeboman ikan makin marak terjadi akhir-akhir ini di perairan NTB. Kepolisian Daerah (Polda) NTB bahkan baru saja menetapkan 23 tersangka dari hasil pengungkapan sembilan kasus pengeboman ikan di kawasan perairan daerah ini. Maraknya kasus pengeboman ikan ini mengancam ekosistem laut dan potensi yang ada di laut NTB.
NTB terdiri dari dua pulau besar, yakni Pulau Lombok dan Sumbawa. Belum lagi sekitar 280 pulau kecil yang memiliki potensi besar di bidang pariwisata, perikanan dan juga kelautan. Perairan laut yang dapat dikelola seluas 29.159,04 kilometer persegi dengan beragam potensi jenis ikan atau hayati laut lainnya.
Meski demikian, dengan luas wilayah perairan laut NTB ini masih banyak oknum-oknum yang melakukan penangkapan ikan dengan cara gampang dan mudah. Oknum-oknum ini tidak pernah memikirkan keberlangsungan populasi ikan yang ada di laut, maupun ekosistem laut lainnya, seperti terumbu karang dan potensi lainnya yang bisa dijual untuk pariwisata.
Untuk itu, diperlukan ketegasan aparat berwenang, seperti dari Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud), Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga TNI Angkatan Laut dalam menindak nelayan atau kapal bertonase besar yang menangkap ikan di luar ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Kita patut memberikan apresiasi pada aparat kepolisian, khususnya Polairud yang melakukan tindakan terhadap pihak-pihak yang menggunakan bahan peledak dalam menangkap ikan di perairan NTB. Sekarang ini, baru 9 kasus dengan 23 tersangka yang terungkap dalam periode Januari sampai Mei 2024. Kasus terakhir, terungkap pada 16 Mei 2024 di kawasan perairan Teluk Rano, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.
Dengan mengungkap kasus terakhir, Ditpolairud Polda NTB menyita 251 bahan peledak jenis detonator, 8 unit perahu motor, 8 kompresor, 65 botol berisi pupuk, dan berbagai kelengkapan alat tangkap ikan.
Penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan pada lingkungan laut bisa menimbulkan kematian massal hewan dan terumbu karang. Tentu saja hal ini bisa merugikan masyarakat, sebab penangkapan ikan dengan cara seperti ini menyebabkan krisis terhadap sumber daya ikan. Jika ini terus dilakukan, maka masa depan sumber daya kelautan NTB terancam.
Direktur Polairud Polda NTB, Kombes Pol. Andree Ghama Putra, S.H., S.IK., menjelaskan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan atau alat yang dapat merusak sumber daya ikan dan lingkungan merupakan suatu tindakan yang merugikan negara dan anak bangsa.
“Destructive fishing tentunya sangat merugikan anak bangsa, kalau dibiarkan maka rumah ikan yang ada di perairan NTB tentunya akan hilang,” katanya saat memberikan keterangan, Rabu, 22 Mei 2024.
Menurutnya, jika tindakan pengeboman ini dibiarkan, maka dapat dipastikan sepuluh tahun lagi, perairan NTB tidak akan memiliki ikan, karena ekosistemnya telah dirusak oleh manusia.
Pihaknya juga menyoroti meski sudah ada UU yang membahas terkait dengan tindakan ilegal penangkapan ikan seperti pengeboman dan lainnya, namun tindakan ini masih terus saja terulang, sehingga untuk menghentikan kegiatan pengeboman perairan dan sejenisnya, maka dibutuhkan penegakan hukum yang lebih ketat.
Diakuinya, aksi penangkapan ikan menggunakan bom yang dilakukan di perairan Teluk Rano, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima ini memiliki radius 15-20 meter yang dapat merusak terumbu karang sejauh radius tersebut. Sementara itu, bahan baku yang digunakan oleh pelaku merupakan Urea yang diolah secara tradisional dan ditambahkan detonator.
Akibat dari aksi pengeboman ini, terjadi kerusakan pada terumbu karang di perairan sekitar pengeboman, adapun proses perbaikan ekosistem ikan serta pertumbuhan terumbu karang membutuhkan waktu yang lama, sehingga dampaknya sangat terasa bagi ekosistem laut. Selain itu, aksi pengeboman juga bisa memberikan dampak negatif bagi pelaku.
Dampak buruk juga dirasakan oleh masyarakat yang mengonsumsi Ikan hasil pengeboman yang mana berpengaruh kepada kesehatan khususnya bagi kesehatan kulit manusia, hal ini karena Ikan sudah terkontaminasi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengeboman. Dari hasil tindakan ini, pelaku mendapatkan sembilan boks besar ikan dari hasil pengeboman tersebut dan disita oleh aparat sebagai barang bukti.
Lebih Banyak Dapat Ikan
Sementara pelaku penangkapan ikan menggunakan bom di Perairan Teluk Rano, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, JI(35) mengaku pihaknya bisa mendapatkan lebih banyak ikan dengan melakukan pengeboman daripada memancing biasa. Ia mengaku dirinya sudah sering melakukan pengeboman dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Dalam melakukan aksi pengeboman ikan, JI bersama dengan kawannya yang berjumlah 22 orang mengaku setiap kali melakukan pengeboman, mereka mendapatkan 20 boks lebih ikan, sehingga hal ini kerap kali dilakukan tanpa memikirkan kerusakan ekosistem yang disebabkan akibat tindak pengeboman tersebut.
“Sudah sering, sudah lebih tiga tahun, sekali ngebom dapat 20 kadang lebih 20 boks kecil, satu boks berisi 30kg yang harganya sekitar Rp300.000/boks,” katanya pada Rabu, 22 Mei 2024.
Ia mengatakan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom jauh lebih menjanjikan daripada menangkap ikan dengan cara memancing. “Lebih menjanjikan dapatnya,” lanjutnya.
Saat ditanyai terkait darimana dirinya mendapatkan detonator untuk mengebom perairan ikan, ia mengatakan dirinya tidak mengetahui darimana bahan untuk pengeboman didapatkan, namun dirinya bersama nelayan lainnya melakukan pengeboman tidak hanya di satu titik, tetapi hampir di seluruh titik perairan Sumbawa. (era)