Lombok (ekbisntb.com) –

Pertumbuhan ekonomi NTB di triwulan II tahun 2025 menempati posisi ke 37 dari 38 provinsi di Indonesia. NTB dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi -0,82 persen berada di posisi kedua terendah setelah Papua Tengah dengan kontraksi hingga -9,83 persen.

Kepala Badan Pusat Statistika (BPS) NTB, Wahyudin menjelaskan, minusnya pertumbuhan ekonomi di triwulan kedua tahun 2025 disebabkan oleh kontraksi tambang yang mencapai 29,9 persen.
Fenomena serupa juga terjadi di triwulan pertama, pada saat itu pertumbuhan ekonomi NTB hingga -2,32 persen.
“Kalau di luar tambang, kondisinya baik. Bahkan pertumbuhannya lebih tinggi dibanding triwulan I,” ujarnya, Rabu, 24 September 2025.
Di luar tambang, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) NTB di triwulan II mencapai 6,08 persen. Hal ini menunjukan kontraksi ekonomi pada bulan Juni lalu tidak begitu berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat.
Hal yang sama disampaikan oleh Pj Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, H.Lalu Mohammad Faozal, S.Sos.M.Si. Kendati pertumbuhan ekonomi yang minus ini tidak berpengaruh terhadap masyarakat,
Pemprov NTB tetap berupaya untuk meningkatkan LPE. ‘’Sebenarnya kalau kita keluarkan tambang pertumbuhan ekonomi kita 6,08 persen. Artinya masyarakat fine-fine saja. Yang terdampak dari penurunan tambang itu ternyata tidak banyak. Daya beli masyarakat masih tetap terjaga,’’ katanya.
Salah satu langkah yang dilakukan Pemprov NTB adalah dengan mengirim surat ke pusat meminta adanya relaksasi tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Hingga saat ini, Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kementerian ESDM belum menyanggupi permintaan PT AMNT dan Pemprov NTB tersebut. Tetapi, Faozal meyakini, dalam beberapa pekan ke depan Pemprov NTB akan mendapat jawaban bahwa PT Amman akan diizinkan kembali melakukan ekspor barang mentah.
“Kita lagi dorong, dalam minggu ini info dari Amman kita sudah boleh mengeskpor konsentrat. Dalam minggu depan ini. Kalau itu sudah mulai ekspor, kontraksi itu bisa tertolong dengan ekspor itu,” jelasnya.
Menurut Faozal, saat ini terdapat hampir 200 ton tumpukan konsentrat di PT AMNT. Akibatnya, PT Amman tidak bisa lagi melakukan penambangan karena tidak memiliki tempat untuk menumpuk konsentrat karena Smelter belum bisa beroperasi.
“Solusinya harus ekspor. PT AMNT juga sudah meminta untuk melakukan relaksasi ekspor terhadap konsentrat yang ada di AMNT. Mudah-mudahan ada keputusan terbaik dalam satu atau dua pekan ke depan,” pungkasnya. (era)