PEMPROV NTB mengaku tak bisa mengatasi rendahnya harga rumput laut saat ini. Pasalnya, alasan merosotnya harga rumput laut dikarenakan permintaan pasar China yang sedikit, sehingga berpengaruh pada harga.
“Kita enggak bisa apa-apa, kita tidak bisa .penyanggah harga. Dari mana kita bisa lakukan itu, kita kan enggak bisa mengontrol kebutuhan mereka,” ujar Fungsional Analisis Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan NTB, Rachmat Wira Putra, ST., saat dihubungi Ekbis NTB, Sabtu, 19 Oktober 2024.
Ia menyatakan, saat ini proses ekspor rumput laut di China cukup ketat. Jika ingin mengekspor barang ke negara tersebut, petani atau pengepul rumput laut perlu memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh negeri tirai bambu tersebut.
“Diperketat sehingga para eksportir atau pengepul besar enggak bisa ekspor ke China. Jadinya di gudang numpuk rumput lautnya. Itu penyebab permintaan agak sedikit kurang,” ungkapnya.
Selain karena permintaan, jenis rumput laut juga menentukan harga komoditas ini. Wira menegaskan, turunnya harga rumput laut menjadi Rp15 ribu per kilo ini merupakan harga normal bagi rumput laut jenis Kotoni.
“Harga Rp40 ribu itu sudah lama, sudah dua tahun lalu. Memang rumput laut Kotoni di kisaran harga Rp15-16 ribu,” tegasnya.
Menurutnya, merosotnya harga rumput laut juga disebabkan komoditas ini bukan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga ketika harga komoditas ini naik ataupun turun, tidak begitu berpengaruh terhadap perekonomian. Sehingga tidak adanya pengendalian harga terhadap salah satu jenis komoditas perikanan ini.
Saat ditanya apakah penyebab turunnya harga ini diakibatkan kemudahan akses pengusaha China mengambil rumput laut ke petani. Wira mengatakan tidak demikian, karena ketika pengusaha China turun langsung ke petani, maka permintaan terhadap komoditas ini akan naik.
“Saya belum ada info kalau China turun langsung ke lapangan. Seharusnya kalau China turun kan permintaan tinggi,” katanya. (era)