Tanjung (ekbisntb.com) – Riset Kapas Organik tahap kedua di Kabupaten Lombok Utara (KLU) akan menyasar 5 desa sebagai proyek percontohan. Kolaborasi lintas lembaga melibatkan Fakultas Pertanian Prodi Ilmu Tanah – Universitas Mataram, Yayasan Sukkha Citta, Sejati Farm Lombok, pakar ilmuan kapas dari BRIN, pegiat pertanian kapas, serta mahasiswa S1 dan S2 Fakultas Pertanian Unram, akan diperluas dengan garansi hilirisasi (pasar) yang jelas. Sehingga ke depan, budidaya kapas di tingkat petani dapat berkelanjutan dan tidak “bernasib” sama seperti tanaman jarak pagar.
Fasilitator Kegiatan Pengembangan Kapas Organik Tumpangsari, Wawan Setiyawan, S.S., M.P., yang juga owner Sejati Farm Lombok, kepada Ekbis NTB.com, Kamis 20 Juni 2024 mengungkapkan, riset budidaya kapas di KLU akan dilanjutkan.
Riset kedua di KLU sekaligus yang ketiga di NTB (setelah riset pertama di Sumbawa), merupakan trial mendalam pengembangan kapas metode tumpang sari. Di sela-sela kapas, akan ada tanaman lain yang bernilai ekonomi untuk menambah penghasilan petani, seperti jagung, kacang tanah, dan tanaman palawija lainnya. Bahkan Wawan juga mendorong adanya integrasi usaha ekonomi petani dengan menyediakan ternak (sapi dan kambing) di lingkar petani kapas.
“Kita berpikir bagaimana membuat analisis usaha itu menarik, income datang dari tumpang sari dan integrasi ternak. Selain itu, karena program kapas organik membutuhkan pupuk alami (kohe), proyek ini dipromosikan untuk program kembali ke alam,” ungkap Wawan.
Lantas apa alasan memilih Lombok Utara? Dosen Universitas Mataram ini menjelaskan, dirinya melihat karakter wilayah. Zaman dulu (1980-an), masyarakat KLU menanam kapas. Karakteristik topografi wilayah (dominan lahan kering), daya dukung kearifan lokal (perajin tenun di wilayah Kecamatan Bayan), serta eksistensi petani yang sudah berkelompok di bawah binaan Guru Besar Fakultas Pertanian Unram, Prof. Ir. Suwardji, M. App.Sc., Ph.D., merupakan modal awal yang kuat di area hulu. Faktor inilah yang membuatnya tidak ragu terjun pada Riset Kapas Organik. Sejati Farm Lombok miliknya juga bersedia berkolaborasi dengan berbagai lembaga.
Wawan menegaskan, aktivitas hulu nantinya akan didukung oleh sumberdaya hilir sebagai penyedia pasar. Dalam hal ini, Sukkha Citta selaku pelaku bisnis tekstil dalam negeri yang dimiliki oleh investor asal Jerman, digandeng untuk menyerap hasil produksi petani.
“Tugas kita adalah mengembalikan motivasi petani dengan menyediakan analisis hasil usaha tani yang menjanjikan. Kita bantu nanti menghitung nilai tambah dengan kombinasi berbagai tanaman dan peternakan,” ujarnya.
Sebagai akademisi, Wawan tidak ingin mengajak petani di KLU hanya menerawang konsep saja. Dirinya juga bertindak selaku praktisi dimana dirinya terlibat di dalam Tim Investment Export ternak sapi ke negara Brunei Darussalam. Pengalaman dan link yang sudah ada, akan ia buka untuk menjembatani suksesnya proyek Kapas Organik di KLU – hingga NTB di masa depan.
Pada riset kedua ini, Sejati Farm dan lintas lembaga yang bermitra, akan mendukung penilitian ilmiah di area 5 hektar. Penelitian akan melibatkan sejumlah mahasiswa S1 dan S2 dengan difasilitasi bantuan biaya riset.
Wawan menegaskan, pihaknya akan lebih fokus pada riset kedua sebagai cikal bakal pengembangan jangka panjang melibatkan petani inklusif. Sebab, dirinya menyadari bahwa sampai saat ini, kebutuhan kapas dalam negeri masih dipasok oleh petani dari berbagai negara. “Status Indonesia sampai saat masih impor kapas sampai 90 persen,” imbuhnya.
Metode budidaya yang dibangun di KLU ke depan, diisyaratkan akan menjadi sebuah model bagi pengembangan kapas di NTB. Selain percontohan dimana komitmen terbangun dari akar rumput hingga manajemen rantai pasar, budidaya jangka panjang diupayakan sebagai solusi untuk menaikkan grade nilai tukar petani.
Sebagai bahan baku non primer yang tidak bisa dikonsumsi langsung, maka Sejati Farm menilai semua pihak yang terlibat harus berani mengembangkan secara industri. “Yang paling penting, petani dibantu analisa usaha tani. Tanpa ini, program apapun akan gagal karena tidak ada daya tarik. Kita juga menyiapkan market yang bertindak sebagai pembeli langsung. Harga beli perusahaan mengikuti Market Organic Cutton. Kita belum mau patok dulu angka, namun pengalaman Sukkha Citta, menyerap lebih tinggi dari harga pasar karena komoditas bergerak di isu lingkungan,” tandasnya. (ari)