Jakarta (ekbisntb.com) – Prasasti Center for Policy Studies menilai, sejauh ini Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat (AS), melainkan lebih memprioritaskan dorongan investasi.

Pernyataan ini disampaikan menanggapi kabar penurunan tarif AS untuk produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen pada Rabu 16 Juli 2025.

Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, Research Director Prasasti Gundy Cahyadi menjelaskan bahwa dinamika tarif ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas.
“Tarif ala Trump lebih merupakan panggung politik ketimbang kebijakan jangka panjang yang serius. Pasar keuangan global sudah terbiasa dengan gaya berpolitik teatrikal semacam ini,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi, dia mencatat bahwa setelah Liberation Day di bulan April lalu, volatilitas pasar global melonjak dengan indeks VIX menyentuh level tertingginya sejak pandemi. Namun pada bulan Juli, reaksi pasar cenderung mereda.
“Investor cenderung melihat ancaman tarif sebagai bagian dari pola lama: ancaman di depan layar, negosiasi di balik layar,” tuturnya.
Gundy menyoroti bahwa ketergantungan ekonomi Indonesia pada ekspor ke AS relatif rendah jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. “Ekspor ke AS hanya mencakup sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia,” jelasnya.
Dengan nilai ekspor tahun 2024 mencapai 290 miliar dolar AS, skenario terburuk jika akses pasar AS tertutup sepenuhnya akan berdampak sekitar 29 miliar dolar AS, atau hanya 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. “Terasa, tapi tidak sampai mengguncang fondasi ekonomi,” tuturnya.
Maka dari itu, Gundy menambahkan, fokus utama Indonesia saat ini seharusnya tetap pada upaya mendorong investasi. Ia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang memperkuat kemitraan internasional, termasuk bergabungnya Indonesia dengan BRICS di awal tahun ini.
“Keputusan Presiden Prabowo untuk tetap hadir dalam KTT BRICS meski ada tekanan dari Presiden Trump menunjukkan arah kebijakan luar negeri Indonesia yang konsisten: memperluas kerja sama, memperkuat posisi, dan menjaga ketegasan. Jika Trump tampil dengan drama, maka Jakarta sedang menulis naskahnya sendiri,” kata Gundy.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor sebesar 19 persen terhadap produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan negosiasi langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Kesepakatan ini menurunkan tarif dari angka 32 persen yang diumumkan pertama kali oleh Trump pada April 2025.
“Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang impor dari mereka ke negara kita,” tulis Trump terkait kesepakatan yang dicapai dengan RI dalam hal tarif impor, seperti dipantau dari media sosial Truth Social. (ant)