spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiPemasangan VMS Untungkan Nelayan

Pemasangan VMS Untungkan Nelayan

Lombok (ekbisntb.com) – Pemasangan Sertifikat Laik Operasi (SLO) bagi kapal yang melaut di atas 12 mil ini diharuskan  memasang Vessel Monitoring System (VMS). Aturan pemasangan VMS ini sangat menguntungkan sebenarnya bagi nelayan yang berada di tengah laut.

Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Yudi Gusworo Saputra saat dikonfirmasi Ekbis NTB, Rabu 16 April 2025 mengatakan sudah membahas keluhan nelayan dengan beberapa unsur. Soal kewajiban pemasangan VMS bisa dilakukan berkala. Mungkin beberapa nelayan dulu biar tidak memberatkan para bos kapal atau para nelayan.

- Iklan -

Aturan pemasangan VMS sudah diatur oleh peraturan perundangan. Diakui, untuk kapal di bawah 30 GT itu kewenangan Pemerintah Provinsi untuk mengeluarkan Sertifikat Laik Operasi (SLO). Akan tetapi, karena penangkapan nelayan di atas 12 mil jadi kewenangan pusat, sehingga harus migrasi. “Sehingga dia kapal itu kita sebut bermigrasi, sampai sekarang sudah bermigrasi ratusan kapal di Labuhan Lombok,” ucapnya.

Kewajiban memasang VMS dati sisi fungsi sangat bermanfaat bagi nelayan dan pemilik kapal. Pemantauan lebih mudah ketika terjadi bahaya di laut.

Soal harganya diluruskan tidaklah terlalu mahal. Aturan sekarang berbeda dengan sebelumnya yang memang memberatkan. Sekarang ini nelayan atau bos kapal hanya dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah hasil tangkapan. Tangkapan kecil, maka kecil uang akan diserahkan ke negara dalam bentuk PNBP. Beda dengan dulu memang harus ada bayar pajak.

Harga VMS seharga Rp 18 juta itu informasi salah karena itu merupakan informasi dulu. Bahkan ada yang dulu harganya sampai Rp 20 juta. Air time juga bisa Rp 10 juta.

Sekarang VMS ada yang lebih efisien. Sekarang cukup 4-5 juta. Ditambah Rp 5 juta untuk air time. ‘’Jadi Rp 10 juta sudah lengkap dengan air time atau pulsanya. Karena satelit kan bentuknya, sehingga harus bayar sekali setahun. Dulu ya, Provider satelit lebih mahal tapi sekarang sudah jauh lebih murah,’’ ujarnya.

Terpisah, Ketua Forum Nelayan Lombok (Fornel) Satriawan Alias Daweng mengatakan sampai sekarang masih menolak untuk pemasangan VMS tersebut. Pasalnya, sebagian besar nelayan merupakan nelayan kecil dan cukup memberatkan. Bagi Daweng menjelaskan pembatasan zona tangkap ini sangat merugikan nelayan. Aturan sebelumnya, nelayan bisa tembus 60-100 mil. Ada yang ke selatan dan ada yang ke utara. Aturan terbaru menegaskan, izin dari pemeirntah daerah untuk nelayan kecil ini nelayan hanya boleh sampai ke 12 mil. Tidak boleh lebih dari zona tersebut. Sedangkan izin yang dikeluarkan pemeirntah pusat bisa di atas 12 mil.

Soal VMS ini, sambungnya dibebankan sepenuhnya kepada nelayan. Jika nelayan tidak memiliki VMS, maka tidak diizinkan melaut. Aturan ini sangat berat bagi nelayan. Nelayan jelas tidak bisa melaut. “Tidak akan terbit SPB (Surat Persetujuan Berlayar) kami kalau tidak ada SLO (Standar Laik Operasi), SLO tidak bisa keluar kalau tidak ada VMS,” ungkapnya.

Regulasi yang dibuat pemerintah ini jelas membuat rugi nelayan. Keharusan memiliki VMS tidak semua bisa dilakukan oleh nelayan. Paslanya. Harganya saat ini tembus Rp 10-18 juta. Mengingat pendapatan nelayan yang terbatas tidak bisa membeli VMS mahal. Apalagi ada keharusan juga untuk membayar pajak mencapai Rp 4,5 juta per tahunnya.

Mengenai jumlah tangkapan ikan saat ini sangat minim. Pembatasan ini membuat nelayan menjerit. Pasalnya, sebagian besar nelayan di Lombok ini merupakan nelayan kecil dengan kapasitas kapal dibawa 30 GT rata-rata.

Menurut aturan Menteri Susi Pudjiastuti sebelumnya, disebut nelayan kecil 10 GT ke bawah. Sedangkan aturan terbaru ini 6 GT ke bawah yang disebut nelayan kecil. ‘’Sementara kapal kami, lebar 3,5 meter dengan panjang 15-17 meter dan tinggi 1,5 meter. Hasil tangkapan sendiri selama sepekan berada di tengah laut tidak pernah  menentu. Kalau beruntung bisa satu ton,” ucapnya.

Protes nelayan ini sempat melakukan aksi penyegelan Tempat Pelelangan Ikan di Labuhan Lombok pada Selasa 15 April 2025 lalu. Bagi nelayan, regulasi yang diberlakukan pemerintah itu sangat tidak berpihak kepada nelayan kecil. (rus)

Artikel Yang Relevan

Iklan










Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut