Mataram (ekbisntb.com)-Empat daerah di Provinsi NTB telah membuat tanggap darurat kekeringan. Empat daerah tersebut di antaranya Lombok Barat, Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), dan kota Bima.
Diluar empat daerah tersebut, daerah lainnya sedang dalam proses membuat SK tanggap darurat kekeringan. Adapula yang daerahnya belum terlalu terdampak kekeringan karena masih ada hujan di beberapa kawasan, seperti di Kota Mataram.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, Ahmadi mengatakan bahwa memasuki dua bulan musim kemarau ini, dampak yang diberikan belum begitu terasa. Diperkirakan eskalasi kekeringan akan terjadi pada bulan Agustus mendatang.
Untuk empat daerah yang telah membuat SK tanggap darurat kekeringan, BPBD NTB harus segera mendistribusikan air bersih untuk ke empat kawasan tersebut.
“Empat daerah tersebut memang ada kawasan-kawasan yang harus segera didistribusikan air bersihnya, terutama air bersih, itu harus segala diberikan,” ujarnya, Jum’at, 15 Juli 2024.
Ia mengatakan, untuk saat ini hanya akan didistribusikan air bersih terlebih dahulu. Nanti, setelah eskalasi kekeringan memuncak yang diperkirakan bulan Agustus mendatang, maka pemerintah provinsi bersama dengan kementrian langsung turun tangan.
“Nanti mungkin eskalasi sekitar Agustus, baru puncak, baru kita semua bergerak, Provinsi, Kementerian, termasuk Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, itu puncaknya,” lanjutnya.
Dana yang dianggarkan untuk dua bulan musim kering ini baru sekitar Rp35 juta atau setara dengan 100 tengki air bersih. Anggaran ini belum termasuk anggaran definitive atau anggaran tetap karena baru memasuki musim kemarau sehingga dampak kekeringan belum begitu terasa.
“Paling awal-awal aja untuk emergency, back up aja, tapi ndak cukup dengan itu. Kalau keluar SK pak Gubernur ini baru bisa kita ajukan (Belanja Tidak Terduga, red),” tambahnya.
Pun saat ini, BPBD provinsi telah membuat SK tanggap darurat kekeringan, tinggal menunggu Pj Gubernur NTB menandatangani SK tersebut.
Adapun untuk kebutuhan BTT kekeringan ini menurut Ahmadi cukup besar, namun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
“Kebutuhan besar tentunya, mungkin dulu saya bilang Rp100 miliar, sekarang kurang sih,” tutupnya. (era)