Lombok (ekbisntb.com) — Program pemberian makanan bergizi untuk siswa sekolah yang diluncurkan oleh pemerintah menuai sorotan. Meski memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan asupan gizi anak-anak di sekolah, pelaksanaannya di lapangan dinilai masih jauh dari harapan. Banyak laporan menyebutkan bahwa makanan yang diberikan justru tidak layak konsumsi, bahkan dalam beberapa kasus ditemukan makanan yang sudah basi.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati, S.Sos., di Mataram, kemarin. Menurutnya, program yang seharusnya menjadi solusi terhadap masalah gizi anak justru berisiko menimbulkan masalah kesehatan baru.

“Jangan sampai anak-anak kita, karena mengonsumsi makanan yang tidak layak makan, malah menjadi sakit. Ini sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian kita semua, baik pemerintah, guru, maupun pihak kesehatan,” ujarnya dalam pernyataan yang disampaikan kepada media.
Nyayu menegaskan bahwa banyak laporan dari orang tua murid mengenai makanan yang diterima siswa. “Ada laporan dari orang tua murid, makanan disiapkan dari malam padahal dimakan siang hari. Banyak yang mengeluh makanan basi, tidak layak makan. Bahkan kami dapat laporan dari SMA dan beberapa sekolah lainnya,” jelasnya.
Sayangnya, pihak sekolah atau orang tua yang enggan bersuara secara terbuka. Namun, laporan terus masuk ke dewan maupun pihak terkait.
Sebagai solusi, Nyayu mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pemberian bantuan langsung berupa uang tunai kepada orang tua siswa, sebagai pengganti makanan jadi. Menurutnya, dengan nominal yang sama, orang tua bisa membeli makanan bergizi yang sesuai dengan selera dan kebutuhan anak.
“Kenapa tidak diberikan uang saja? Biarkan orang tua membeli makanan bergizi untuk anak-anaknya, tetapi tetap dipandu oleh sekolah terkait kandungan gizinya. Karena orang tua yang paling tahu kesukaan anaknya,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menekankan bahwa skema ini juga akan menghindari potongan atau penyalahgunaan anggaran, karena uang akan langsung diterima oleh orang tua dan dimanfaatkan secara lebih efisien.
Selain kualitas makanan, kritik juga diarahkan pada lemahnya fungsi pengawasan dalam pelaksanaan program ini. Ia menyinggung peran Badan Gizi Nasional yang seharusnya dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh dan berkala.
“Padahal ada fungsi kontrol dari Badan Gizi Nasional. Kita minta betul-betul dikontrol program ini. Jangan sampai program yang bagus justru tidak sampai dengan baik di lapangan. Kasihan anak-anak kita, apalagi dengan anggaran yang begitu besar,” pungkasnya.
Dari laporan yang diterima, banyak anak-anak yang tidak menyukai menu makanan yang disediakan. Misalnya, beberapa siswa tidak menyukai daging yang dibalut tepung atau jenis ikan tertentu. Ini menyebabkan makanan tidak dimakan dan terbuang sia-sia.
“Ada anak yang tidak suka ayam, tapi tetap diberi ayam. Akhirnya tidak dimakan. Orang tua tahu persis selera anaknya. Kalau membeli sendiri, uang 10 ribu itu bisa pas dipakai untuk beli makanan yang benar-benar dimakan anak,” jelasnya lagi.
Melihat berbagai permasalahan ini, anggota dewan dari dapil Ampenen ini meminta agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program makanan bergizi ini. (fit)