Mataram (Ekbis NTB) – Kenaikan cukai rokok yang terjadi terus menerus setiap tahun bisa jadi bom waktu bagi masa depan tembakau, khususnya daerah penghasil seperti Lombok. Tata kelola pertembakauan yang sudah dibangun lama antara perusahaan dan petani mitra akan menjadi persoalan eksistensi masa depan emas hijau ini.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi NTB, Sahminuddin mengatakan, masa depan petani tembakau terancam. Dengan terus menerus naiknya cukai rokok.
Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak langsung kepada kenaikan harga rokok yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan rokok yang resmi dan sudah lama beroperasi di Indonesia. Disisi lain, peluang bagi produsen-produsen rokok illegal.
“Kalau sudah harga rokok tinggi, masyarakat akan lebih memilih membeli rokok yang diproduksi tanpa cukai. Karena harganya pasti lebih rendah dibawah harga rokok bercukai,” katanya.
Ia meyakini, jika kenaikan cukai rokok terjadi terus menerus, perusahaan-perusahaan rokok akan memilih menutup investasinya. Tenaga kerja terancam di PHK, pendapatan negara dari cukai rokok juga terancam akan terus tergerus.
Sahimunddin mengatakan, disisi lain, perusahaan – perusahaan tembakau yang resmi dan sudah bermitra dengan petani tembakau kalah saing dengan perusahaan-perusahaan yang hanya datang membeli tembakau, tanpa melakukan pembinaan dan pendampingan kepada petani dari hulu ke hilir.
“Bayangkan, misalnya, perusahaan tembakau yang resmi ini beli tembakau petani seharga Rp70 ribu perkilo, sementara perusahaan yang tiba – tiba datang membeli ini berani beli sampai Rp80 ribu perkilo. Kenapa mereka berani beli lebih tinggi, karena mereka tidak kena beban cukai dan sebagainya,” katanya.
Padahal, perusahaan-perusahaan tembakau resmi ini sudah berinvestasi lama di petani. Jika terus-terusan kalah saing, dan petani lebih memilih menjual ke pembeli illegal, lambat laut perusahaan-perusahaan rokok yang resmi ini akan tutup.
“Fenomena maraknya pembeli tembakau oleh perusahaan-perusahaan yang tidak berizin ini ibarat fenomena batu akik. Ramainya cuma sebentar. Kalau perusahaan yang resmi tutup, kemudian yang illegal ini juga tutup, habislah masa depan petani tembakau,” katanya.
Peluang ini bisa diambil oleh perusahaan-perusahaan rokok luar negeri. Tidak menutup kemungkinan, dengan membeli brand-brand rokok yang sudah terkenal, mereka akan menggunakan tembakau dari negara-negara penghasil tembakau lainnya.
“Perusahaan-perusahaan luar negeri yang sudah membeli brand rokok di dalam negeri, bisa mengambil alih pasar. Rokok brand dalam negeri tetap dijual. Tapi mereka produksi di luar negeri, dan bahan bakunya (tembakau) digunakan dari luar negeri. Masa depan petani tembakau terancam,” imbuhnya.
Karena itu, dalam lingkup khusus di Provinsi NTB, pemerintah harusnya menegakkan peraturan daerah dan pergub yang mengatur tentang kemitraan antara perusahaan dan petani mitra.
“Kemitraan petani dengan perusahaan itu harus dikawal, diawasi pelaksanaannya supaya tetap jalan. Jangan sampai perusahaan-perusahaan resmi ini malah tutup kemudian. Makanya, tahun transisi pemerintahan ini harusnya tidak diabaikan. Baik Pj. Gubernur, dan Pj – Pj di daerah, jangan abai soal ini,” demikian Sahminuddin.(bul)