Fenomena deflasi berturut -turut di Provinsi NTB merupakan sinyal peringatan dini akan potensi terjadinya permasalahan ekonomi yang lebih serius. Pemerintah daerah dan pusat perlu mengambil langkah-langkah yang cepat dan tepat untuk mengatasi masalah ini.
MENGACU pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, inflasi tahun kalender (perbandingan Desember 2023 dengan September 2024) baru mencapai 0,17%. Target inflasi NTB 2,5% +/- 1 persen, artinya inflasi paling rendah yang diharapkan minimal 1,5% agar ekonomi bergairah.
Dengan sisa empat bulan di tahun 2024, perlu upaya agar minimal 1,5 persen. Inflasi di atas 3,5% tidak baik, demikian juga inflasi di bawah 1,5% juga tidak baik bagi kondisi ekonomi.
Akademisi Universitas Mataram Dr. Iwan Harsono menyanpaikan kekhawatirannya, deflasi sebagai gambaran penurunan harga kebutuhan secara terus-menerus mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat dan berpotensi memicu permasalahan ekonomi yang lebih luas.
“Deflasi ini sebenarnya adalah cerminan dari penurunan konsumsi rumah tangga. Beberapa bulan terakhir deflasi berturut-turut. Saya merasa khawatir, kondisi ekonomi kita tidak baik-baik saja,” ujar Dr. Iwan pada Ekbis NTB pekan kemarin.
Menurutnya, salah satu dampak paling signifikan dari deflasi adalah meningkatnya risiko pengangguran. Ketika daya beli masyarakat menurun, perusahaan-perusahaan atau produsen cenderung mengurangi produksi. Artinya, ancamannya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk menekan biaya.
“Operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menekan harga ternyata tidak efektif dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Masyarakat tetap enggan berbelanja, kondisi ini justru berpotensi memperburuk kondisi ekonomi,” tegasnya.
Dr. Iwan juga menyoroti adanya kemiripan antara situasi ekonomi saat ini dengan Depresi Besar tahun 1929. Depresi Besar, atau The Great Depression, adalah resesi ekonomi yang dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1929 dan berlangsung hingga 1939. Depresi ini merupakan kemerosotan ekonomi terburuk dalam sejarah dunia industri. “Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Iwan Harsono berpendapat upaya yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tidak tetap atau pengangguran.
“Kunci utama adalah bagaimana kebijakan pemerintah dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara langsung. Bantuan langsung tunai dan program-program penciptaan lapangan kerja adalah langkah-langkah yang perlu segera diambil,” tegas Iwan.
Untuk mengatasi deflasi dan mencegah terjadinya depresi ekonomi, Iwan memberikan beberapa saran strategis, antara lain pemerintah perlu fokus pada program-program yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, seperti bantuan langsung tunai, pelatihan vokasi, dan pengembangan UMKM.
Pemerintah dapat memberikan insentif bagi masyarakat untuk berbelanja, misalnya melalui program diskon atau cashback. Pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investor dan membuka lapangan kerja baru. Menjaga tingkat inflasi agar tidak terlalu rendah.
“Dorong juga orang-orang kaya supaya terus berbelanja. Dalam situasi seperti ini, jangan juga orang kaya wait and see,” ujarnya. (bul)