BADAN Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB secara rutin merilis angka inflasi/deflasi kepada pemerintah dan masyarakat sebagai bahan acuan kebijakan yang akan diambil pemerintah. Termasuk merilis komoditas yang selama ini menyumbang terjadinya inflasi atau deflasi.
Kepala BPS NTB Wahyudin mengatakan, secara umum deflasi di NTB bulan September kemarin disumbang oleh sejumlah komoditas seperti cabai rawit, cabai merah, bensin, terong, semangka dan lainnya.
“Secara umum NTB alami inflasi bulan September 0,09 persen m to m dan Agustus 0,06 persen m to m. Khusus di September, hanya Sumbawa yang tercatat deflasi minus 0,12 persen, sementara Kota Mataram dan Kota Bima alami inflasi,” kata Wahyudin saat menyampaikan berita statistik awal Oktober ini.
Pada bulan September 2024, Provinsi NTB mengalami inflasi 0,09 persen (m to m) yang merupakan akumulasi dari tiga daerah yang dihitung Indeks Harga Konsumennya (IHK) yaitu Kota Mataram, Kota Bima dan Kabupaten Sumbawa. Namun demikian, jika dipilah dari tiga daerah tersebut, hanya Kabupaten Sumbawa yang mengalami deflasi sebesar minus 0,12 persen.
Ia mengatakan, idealnya angka inflasi memang tak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi, karena akan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi dalam daerah. Bahkan jika muncul deflasi secara terus menerus, akan membuat ekonomi lesu.
“Jika deflasi terus menerus, ekonomi kita bisa lesu,” kata Wahyudin.
Menurutnya, jika inflasi terlampau tinggi akan menggerus daya beli masyarakat dan pada akhirnya bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Begitu juga jika harga-harga komoditas terlampau rendah, produsen atau pelaku usaha akan malas berproduksi lantaran biaya produksi yang tinggi tak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
“Sehingga adanya Tim Pengendalian Inflasi Daerah itu untuk mengendalikan, bukan untuk menurunkan,” ujarnya.(ris)