Lombok (ekbisntb.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menyatakan, dibutuhkan kerja ekstra dan komitmen penuh dari seluruh jajaran pemerintah daerah untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen di NTB pada 2029, sebagaimana yang ditetapkan oleh Gubernur NTB, Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal.
Berdasarkan data terakhir, tingkat kemiskinan di NTB tercatat masih di atas rata-rata nasional, yaitu hampir mencapai 12 persen, dengan kemiskinan ekstrem sebesar 2,04 persen dari total penduduk miskin.

Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin, MM, Jumat, 13 Juni 2025 mengatakan, bahwa target nol persen kemiskinan ekstrem bukan hanya agenda daerah, tetapi juga merupakan target nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Sebetulnya itu bukan hanya target gubernur, tapi memang target nasional yang dicanangkan untuk 2025-2026. Apakah bisa? Ya, tergantung kemauan pemerintah,” ungkap Wahyudin.
Menurutnya, untuk mencapai angka nol persen, pemerintah harus menyiapkan konsekuensi besar dalam bentuk program dan penganggaran yang memadai.
“Kalau pemerintah sudah punya tekad seperti itu, ya program dan anggarannya juga harus sebanding. Tapi saya yakin, jika apa yang program pembangunan yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa dijalankan secara penuh, bukan hal yang mustahil (mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem),” ujarnya.
Kemiskinan ekstrem (extreme poverty) adalah kondisi di mana individu atau rumah tangga memiliki tingkat pendapatan atau pengeluaran yang sangat rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses terhadap informasi.
Kemiskinan ekstrem mengacu pada standar Bank Dunia, yaitu individu yang hidup dengan pengeluaran di bawah US$2,15 per hari, atau sekitar Rp10.739 per hari (setara Rp322.170 per bulan). Sementara itu, kategori miskin biasa adalah mereka yang pengeluarannya sekitar Rp15.750 per hari atau Rp472.525 per bulan.
Dengan pengukuran menggunakan absolute poverty measure, seseorang yang hanya mampu membelanjakan maksimal Rp12.855 per hari sudah tergolong miskin ekstrem.
Wahyudin menambahkan, pengentasan kemiskinan ekstrem tidak cukup hanya mengandalkan program-program nasional. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga harus terlibat aktif dengan menyusun kebijakan daerah yang responsif, terutama dalam sektor kesehatan, gizi, pendidikan, dan perlindungan sosial.
“Program pemerintah seperti akses makanan bergizi, sanitasi, dan layanan kesehatan adalah bagian penting dalam memutus rantai kemiskinan ekstrem. Pemprov NTB harus kerja ekstra, baik dari sisi pemikiran, desain program, maupun anggaran,” tandas Wahyudin.
Meski bukan tugas ringan, pengentasan kemiskinan ekstrem di NTB dinilai tetap memungkinkan tercapai, jika seluruh stakeholder dapat bekerja sinergis, tepat sasaran, dan konsisten dalam implementasi kebijakan.
Dengan dukungan pemerintah pusat, kehadiran program strategis Presiden Prabowo di sektor pangan, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat dinilai menjadi peluang besar bagi NTB untuk keluar dari lingkaran kemiskinan ekstrem secara bertahap.(bul)