spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaKeuanganProspek IHSG di Tengah Perlambatan Inflasi AS dan Naiknya Saham Tekno

Prospek IHSG di Tengah Perlambatan Inflasi AS dan Naiknya Saham Tekno

Jakarta (ekbisntb.com) – Data inflasi AS yang dirilis Rabu 12 Maret 2025 malam memberikan kejutan positif bagi pasar dengan angka yang lebih rendah dari ekspektasi. Inflasi tahunan tercatat 2,8 persen, sedangkan Core CPI mencapai 3,1 persen.

Kedua angka ini menandai level terendah sejak lonjakan inflasi pada April 2021, memberikan sinyal bahwa tekanan harga mulai mereda.

- Iklan -

Namun, meskipun data ini mengindikasikan perlambatan inflasi, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed justru menyusut.

Sebelumnya, pasar memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 73 basis poin, tetapi kini hanya sekitar 67 basis poin.

Ini menunjukkan bahwa pelaku pasar masih menahan optimisme terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar dalam waktu dekat.

Reaksi pasar saham terhadap data ini cukup beragam. Indeks Dow Jones turun sebesar 0,2 persen, sementara S&P 500 menguat 0,49 persen, dan Nasdaq melonjak 1,2 persen.

Pasar saham memang selalu penuh kejutan, dan kali ini saham teknologi kembali jadi primadona.

Nvidia mencatat kenaikan 6,4 persen, sementara Tesla melonjak 7,5 persen, mencerminkan kuatnya sentimen positif terhadap sektor teknologi.

Sebaliknya, saham Walmart terkoreksi 2,6 persen, dan Apple turun 1,7 persen. Ini menunjukkan adanya rotasi sektor di pasar, di mana investor mulai beralih ke saham-saham dengan prospek pertumbuhan lebih tinggi, terutama di sektor teknologi yang diuntungkan oleh tren kecerdasan buatan dan digitalisasi.

Pasar Komoditas

Di pasar komoditas, data stok minyak mentah dari EIA menunjukkan bahwa kenaikan stok tidak setinggi perkiraan. Pasar sebelumnya memperkirakan peningkatan sebesar 2,001 juta barel, tetapi data aktual hanya mencatat kenaikan 1,448 juta barel.

Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan ini memicu lonjakan harga minyak mentah, yang akhirnya ditutup naik 1,66 persen ke level 67,41 dolar AS per barel. Namun, meskipun harga minyak rebound, saat ini sudah mencapai level resistance kuat di 67,7 dolar AS.

Dalam jangka pendek, peluang koreksi masih terbuka, dan strategi yang lebih sesuai adalah menunggu momentum sebelum mengambil posisi lebih lanjut. Ini mencerminkan dinamika pasar energi yang masih dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan kebijakan OPEC.

Saat data CPI dirilis, emas berfluktuasi dalam jangka pendek, awalnya naik 6 dolar, kemudian terkoreksi singkat, tetapi berhasil menembus level resistance atas di 2.930 dolar, yang menyebabkan perubahan sentimen pasar. Saat ini harga di 2.940 dolar per ons.

Maka untuk pergerakan jangka pendek, saat ini emas sedang menguji support di level 2.930 dolar. Secara teknikal tren masih kuat, dan jarak dengan prediksi sejumlah analisis kemungkinan untuk menembus 3.000 dolar semakin dekat.

Di Indonesia, harga emas ANTM ikut menguat. Hari ini naik Rp12.000, dengan harga saat ini di Rp1.714.000 per gram. Pasar emas terus menunjukkan tren positif dan proyeksi kenaikan masih berlanjut.

Di sisi geopolitik, ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali memanas dengan usulan gencatan senjata selama 30 hari dari Amerika Serikat.

Ukraina menyetujui proposal ini, tetapi Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan syarat tambahan yang sulit diterima, yaitu penyerahan wilayah baru sebagai bagian dari kesepakatan.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menolak syarat ini dan tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak berkompromi. Ini menunjukkan bahwa konflik masih jauh dari penyelesaian, dan ketidakpastian geopolitik tetap menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh investor global.

Risiko perang yang berkepanjangan dapat terus mempengaruhi harga energi dan komoditas lainnya, serta menciptakan volatilitas di pasar keuangan.

Pergerakan IHSG

Pasar saham Indonesia menunjukkan pergerakan yang berlawanan dengan indeks AS dalam pekan ini.

IHSG dibuka menguat, tetapi kemudian bergerak melemah seiring dengan rotasi sektor yang terjadi di dalam negeri. Salah satu sektor yang terus menjadi sorotan adalah teknologi.

Head of Research Retail MNC Sekuritas Herditya Wicaksana alias Didit menyampaikan bahwa apabila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menembus level 6.682, maka IHSG masih berpeluang untuk menguji level 6.686 sampai 6.762 sebagai area penguatan terdekatnya pada Kamis 13 Maret 2025.

Ia melanjutkan IHSG berpotensi dalam rentang area level support 6.361 atau 6.246 dan level resistance 6.698 atau 6.818.

Saham MTDL, misalnya, yang sedang dalam fase pembentukan dasar, masih menunggu momentum rebound. Dengan tren positif di sektor teknologi secara global, saham ini memiliki peluang untuk pulih dalam waktu dekat.

Selain itu, sektor konsumsi juga menunjukkan pergerakan menarik. Saham-saham di sektor konsumsi dan barang konsumsi diperkirakan tidak tahan lama mengalami kenaikan, seiring dengan aliran dana yang mulai bergerak ke sektor ini.

Jika rotasi sektor ini berlanjut, maka ini bisa menjadi peluang bagi investor untuk masuk ke saham-saham potensial di level rendah.

Dalam kondisi seperti ini, strategi investasi berbasis sektor menjadi relevan, dengan fokus pada saham-saham yang masih undervalued tetapi memiliki prospek pertumbuhan jangka menengah hingga panjang.

Dari sudut pandang makroekonomi, perlambatan inflasi di AS memberikan harapan bahwa The Fed tidak perlu terlalu agresif dalam kebijakan moneternya.

Namun, pengurangan ekspektasi pemangkasan suku bunga menunjukkan bahwa investor masih menunggu konfirmasi lebih lanjut dari data ekonomi ke depan.

Jika inflasi terus melandai, maka peluang penurunan suku bunga tetap terbuka, yang bisa menjadi katalis positif bagi pasar saham global, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, pergerakan harga minyak yang masih fluktuatif dapat mempengaruhi sektor energi dan konsumsi di dalam negeri.

Kenaikan harga minyak berpotensi meningkatkan tekanan inflasi dan biaya produksi bagi sektor-sektor tertentu, tetapi juga bisa menjadi katalis bagi saham-saham di sektor energi.

Oleh karena itu, pemantauan terhadap pergerakan harga minyak dan kebijakan OPEC tetap menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi.

Dengan dinamika pasar yang terus berkembang, pendekatan investasi yang fleksibel dan berbasis data menjadi kunci untuk mendapatkan hasil optimal.

Sektor teknologi dan konsumsi tetap menarik untuk diperhatikan dalam jangka pendek, sementara volatilitas di pasar energi dan ketidakpastian geopolitik perlu diwaspadai sebagai potensi risiko yang bisa mempengaruhi pergerakan aset keuangan global. (ant)

Informasi Layanan Pengaduan Lainnya



Artikel Yang Relevan

Iklan










Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut