DINAS Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB memastikan ketersediaan stok komoditas cabai saat bulan Ramadhan nanti. Dikatakan, petani akan panen cabai pada bulan Maret 2025 mendatang yang mana bertepatan dengan memasuki bulan puasa, sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir akan lonjakan harga komoditas ini di bulan Ramadhan.
Kepala Distanbun Provinsi NTB, Muhammad Taufieq Hidayat mengatakan kondisi cuaca saat ini memperhambat musim panen petani, sehingga terjadi keterbatasan stok. Dikatakan, karena tingginya curah hujan di akhir tahun 2024 hingga awal tahun 2025, di bulan ketiga nanti diperkirakan curah hujan akan rendah, sehingga panen cabai bisa dilakukan oleh petani.

“Kita bulan depan sudah mulai panen kita ini. Sampai puncaknya bulan Maret,” ujarnya saat dihubungi Ekbis NTB, Sabtu, 11 Januari 2025.
Selain sebagai lumbung pangan nasional, ujarnya, NTB juga surplus cabai. Namun, karena kondisi cuaca ekstrem seperti saat ini, musim panen molor, begitupun banyak cabai petani yang busuk dan gagal berbuah. “Kita itu 10 ribu ton cabai per tahun, jadi surplus. Cabai tidak bisa disimpan lama, sehingga harus ada lahan yang berkesinambungan,” katanya.
NTB juga sudah membuka lahan tanam cabai baru untuk memastikan kesiapan stop bahan dasar sambal ini. Sehingga, jika cuaca kembali normal, dikatakan cabai NTB akan kembali surplus karena cabai biasa tumbuh di lahan yang kering.
“La nina kita normal, tapi curah hujan harian kita yang tinggi. Sehingga bulan Maret, April, curah hujan sudah mulai turun. Karena Mei kita masuk musim kering,” jelasnya.
Untuk menekan harga cabai ini, Distanbun sempat berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan (Disdag) NTB untuk mendatangkan cabai dari luar. Tapi, karena kondisi di Jawa juga sama-sama kekurangan stok, sehingga kenaikan harga komoditas ini tidak bisa terhindarkan.
Untuk mencegah situasi ini akan berulang kembali, Taufieq mengaku tidak bisa bekerja sendiri. Artinya harus ada koordinasi dengan OPD lain seperti Dinas Perindustrian untuk membangun hilirisasi cabai. Hal ini karena cabai merupakan komoditas yang cepat busuk, oleh karena itu, perlu pabrik olahan untuk membuat olahan cabai. Sehingga, saat cabai di NTB surplus, petani tidak mengeluarkan hasil panennya ke luar daerah.
“Cabai ini enggak bisa lama. Jadi kalau kita ada hilirisasi, dikeringkan, bisa disimpan lama. Atau dibuat serbuk, jadi ada proses setelah panen supaya produksi bisa bertahan lama,” pungkasnya.(era)