SEBAGAI salah satu jenis tanaman yang lolos sertifikasi Indikasi Geografis (IG) dan dipamerkan di Swiss beberapa waktu lalu, kangkung menjadi salah satu ciri khas Pulau Lombok yang harus dimaksimalkan budidayanya.
Kepala Bidang Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) Dinas Pertanian Kota Mataram, Liswati mengungkapkan jika luas lahan penanaman kangkung di Kota Mataram semakin berkurang setiap tahunnya. Hal itu dikarenakan banyak lahan yang diambil alih oleh pemilik dan dialihfungsikan. Meski terdapat beberapa petani yang menggunakan lahan milik sendiri, namun rata-rata petani memanfaatkan lahan milik orang lain.
Adapun beberapa wilayah yang masih memiliki lahan yang cukup luas di Kota Mataram, yaitu di Kecamatan Sandubaya dengan luas sekitar 7 hektar, kemudian sisanya di Babakan, Mandalika, Turida dan Dasan Cermen dan wilayah Karang Baru dengan luas lahan sekitar 20 are.
“Selama ini untuk lahan kangkung sudah mulai berkurang, jadi untuk saat ini hanya di Sandubaya yang bagus kemudian di Babakan yang masih pakai organik. Itu pun lahannya sudah mulai berkurang,” ungkapnya.
Untuk menjaga kualitas kangkung yang ada di Kota Mataram, Dinas Pertanian Kota Mataram tetap melakukan pemantauan mengenai kondisi kesiapan tanaman kangkung yang ada. Seperti melakukan penanganan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) untuk menjaga kangkung dari kerusakan dan penyakit tanaman lainnya dengan melakukan penanganan secara alami. Kemudian pengganggu-pengganggu tanaman, seperti binatang atau pengganggu yang lain ditangani secara intensif.
Ia mengungkapkan, selama ini tidak ada permasalahan yang cukup serius dalam penanaman kangkong. Tidak seperti tanaman lain seperti padi, cabai dan sebagainya. Terkait produktivitasnya, selebihnya dikembalikan kepada petani. “Kalau memang permintaan tinggi, ya otomatis penanamannya juga tinggi,” ujarnya.
Ia menyebutkan, Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) selalu berkurang setiap tahun seluas 30 hektar. Para petani kangkung yang notabenenya menggarap lahan milik orang lain, apabila lahannya diambil oleh pemilik tidak lagi dapat menanam kangkung. “Hal itu yang sebetulnya menjadi dilema, jadi untuk lahan yang memang digunakan ya kita begini adanya,” ungkapnya.
Namun, dengan keterbatasan lahan yang semakin berkurang, Dinas Pertanian Kota Mataram tetap memaksimalkan agar kangkung tetap memiliki eksistensi sebagai identitas Lombok. Hal itu dikarenakan kangkung menjadi salah satu jenis tanaman yang masuk dalam sertifikasi IG, sehingga menurutnya penanaman kangkung harus dijaga betul.
Saat ini, Dinas Pertanian tetap mengoptimalkan pemanfaatan Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di kalangan masyarakat, tidak hanya melalui media hidroponik, namun juga memanfaatkan polybag sebagai media tanam oleh para Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di Kota Mataram. Hal ini bertujuan masyarakat tidak harus ketergantungan pada pasar, tetapi bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
“Jadi tidak hanya harus di sawah karena penggarap ini semakin berkurang, tapi kami juga intinya konsennya kalau di Dinas Pertanian, terutama di bidang TPH lebih kepada pemanfaatan pekarangan,” terangnya.
Ke depannya, ia berharap budidaya kangkung lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, pihak Dinas Pertanian akan berkoordinasi dengan Tim IG untuk melihat bagaimana karakteristik kangkung yang digunakan untuk memenuhi standar IG tersebut. Hal itu dimaksudkan agar kangkung tidak hanya didistribusikan di tingkat lokal saja, namun ke pasar yang lebih luas. Mengingat selama ini para petani hanya memasarkan kangkung di Pulau Lombok saja. (ulf)