“Mangrove merupakan tumbuhan atau kelompok tumbuhan yang menghuni zona intertidal di daerah pesisir tropis dan sub tropis. (Tomlinson 2016, Duke 2017). Mangrove menyimpan karbon 5x lebih banyak daripada hutan tropis. Mangrove adalah tempat habitat lebih dari 100 jenis ikan.
Demikian salah satu tulisan yang dipampang setelah pintu masuk Bale Mangrove Desa Jerowaru Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Tulisan ini seperti sengaja dipajang sebagai pemberi gambaran awal bagi setiap pengunjung yang datang ke Bale Mangrove yang sudah mulai ditata sejak tahun 2023 lalu langsung oleh Kementerian Kelautan dan Pemkab Lotim.
Tulisan lainnya memberikan penjelasan tentang jenis burung yang ramai terdengar berkicau di dahan pohon bakau ini. Satunya adalah raja udang.
Kawasan itu kini menjadi tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara. Tanaman yang memiliki multifungsi ini telah menjadi salah satu daya tarik baru untuk berwisata. Karenanya, tempat ini secara spesifik dinamakan ekowisata bale Mangrove.
Tempat ini tampak menjadi satu-satunya tempat berwisata dengan konsep hutan di atas perairan. Tanaman peredam gelombang besar serta penahan abrasi air laut ini juga menjadi tempat wisata edukasi. Belajar tentang mangrove itu sendiri dan jenis ikan serta burung-burung yang berkicau di ranting pohon.
Bale Mangrove ini terbilang menjadi tempat satu-satunya juga di Lotim yang menyuguhkan konsep wisata yang sedikit berbeda. Wisata di pantai itu tak selamanya menikmati butiran pasir putih, pink ataupun hitam karena kandungan pasir besinya. Tapi wisata bale mangrove ini di tengah hutan namun pinggir pantai.
Dewi Sartika, salah satu pengunjung kepada Ekbis NTB, Sabtu 11 Mei 2024, mengaku datang ke Bale Mangrove karena ingin mendapatkan nuansa wisata yang berbeda. Wisata dalam kawasan hutan mangrove disebut cukup menarik. Ditambah lagi dengan sentuhan penataan membuat kawasan wisata yang tidak jauh dari kampung lobster ini memiliki daya tarik tersendiri.
Hanya saja, kondisi sampah di dan tingkat keamanan dari pengunjung katanya kurang begitu diperhatikan. Dimana, jembatan kayu yang melintasi kawasan hutan mangrove tampak kurang mengedepankan aspek keamanan. Dimana, hanya berpegangan sama seutas tali membuat banyak pengunjung justru khawatir terpeleset dan jatuh.
Indahnya pemandangan Teluk Jukung yang diapit pulau-pulau kecil menambah keunikan kawasan wisata Bale Mangrove ini. Selain belajar tentang mangrove dan satwa yang ada di dalamnya, pengunjung juga akan dimanjakan dengan pemandangan indah perairan Teluk Jukung yang tenang. Ribuan keramba jaring apung tempat budidaya lobster menambah kekhasan kawasan wisata ini.
Seperti tempat-tempat wisata lainnya, Bale Mangrove juga menjadi pilihan tempat berswa foto yang digemari pengunjung. Semua pengunjung tidak melewati kesempatan mengabadikan gambar saat berada di tengah kawasan hutan mangrove tersebut.
Kawasan wisata ini kini diserahkan pengelolaannya pada Desa Jerowaru. Tempat wisata ini cukup mudah dikunjungi. Dari Selong, Ibu Kota Kabupaten Lombok Timur butuh perjalanan sekitar 1 jam.
Menurut keterangan Erniati, penjaga loket karcis masuk kawasan, setiap hari Ekowisata Bale Mangrove ini tak pernah sepi. Sehari rata-rata 500-700 orang per hari. Saat liburan, pengunjung bisa mencapai lebih dari 1000 orang per hari. Pengunjung tidak perlu membayar parkir. Cukup dengan Rp 5 ribu karcis untuk dewasa dan gratis untuk anak-anak, biaya sudah termasuk parkir kendaraan pengunjung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, M. Zainudin mengatakan, kawasan eko wisata Bale Mangrove ini akan coba diintegrasikan dengan wisata kampung lobster. Saat ini pemerintah terus menata kawasan tersebut menjadi tempat wisata yang menarik. (rus)